HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan stafsus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menyarankan kepada pemerintah untuk lebih banyak turun ke lapangan mendengarkan aspirasi masyarakatnya yang sebenarnya.
Salah satunya soal polemik susu sapi yang saat ini masih menjadi dilematik di kalangan peternak dan pengepul susu sapi lokal, di tengah rencana impor susu sapi.
“Menurut saya, penting dilakukan kajian komprehensif supaya terwujud keadilan. Seluruh pemangku kepentingan didengarkan: aspirasi peternak, industri, importir, dan konsumen perlu dicarikan titik temu yang baik,” kata Pastowo dalam tweetnya yang dikutip Holopis.com, Kamis (14/11).
Ia berharap pemerintah pusat mampu mengambil kebijakan yangtepat, tidak mengabaikan kepentingan masyarakatnya sendiri.
“Saatnya menunjukkan keberpihakan dengan roadmap yang tepat,” ujarnya.
Akademisi jebolan STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) ini pun mengatakan bahwa persoalan yang cukup umum terjadi adalah adanya para pemburu rente di dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mereka ingin mengambil untung besar walaupun dengan mengabaikan masyarakat dan pengusaha lokal.
“Salah satu kuncinya: jangan sampai ada pemburu rente yang diuntungkan oleh kebijakan, dan merugikan kepentingan orang banyak,” pungkas Prastowo.
Statemen Yustinus Prastowo ini adalah respons atas atas kebijakan luar negeri yakni AANZFTA (Perjanjian Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru) yang memberikan peluang Selandia Baru dan Australia bebas pajak saat melakukan ekspor susu ke Indonesia.
“Selandia Baru dan Australia memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu. Sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5% lebih rendah dibandingkan dengan harga pengekspor produk susu global lainnya,” kata Budi dalam konferensi pers di kantornya, Senin (11/11).
Situasi ini pun diperburuk dengan para Industri Pengolahan Susu (IPS) yang lebih memilih mengimpor susu bubuk (skim) daripada susu segar hasil peternak dalam negeri. Akibatnya, harga susu segar di tingkat peternak turun hingga sekitar Rp7.000 per liter, yang mana idealnya mencapai Rp9.000 per liter.
“Padahal susu skim secara kualitas jauh di bawah susu sapi segar, karena sudah melalui berbagai macam proses pemanasan (ultra proses),” ujarnya.
Kondisi itulah, katanya, yang memicu keresahan di kalangan peternak sapi perah lokal, yang terpaksa menghadapi kerugian akibat rendahnya daya serap pasar terhadap susu segar.