HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli telah memastikan, bahwa upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun 2025 dipastikan naik.

Namun kapan pengumuman terkait besaran UMP ini dilakukan?

Sebelumnya, Menaker Yassierli telah mengkonfirmasi bahwa pengumuman UMP tahun depan akan dilakukan oleh pemerintah pada 21 November 2024 mendatang.

Namun sebelum itu, pihaknya masih menunggu data Badan Pusat Statistik yang akan menjadi instrumen acuan dalam penetapan UMP, dimana data itu baru tersedia pada 6 November 2024.

Adapun data tersebut mencakup variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2023 tentang Pengupahan.

“Kami akan menggunakan data BPS untuk menghitung besarannya. Setelah data masuk, kami akan menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar dalam penetapan UMP,” ujar Yassierli yang dikutip Holopis.com, Sabtu (9/11).

Terkait besaran kenaikan UMP, sejumlah serikat buruh telah mengusulkan sebesar 8-10 persen, mengingat tingkat inflasi 1,2 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 7,7 persen, serta tambahan kenaikan UMP tahun lalu sebesar 1,3 persen.

Namun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani menilai permintaan kenaikan tersebut sulit dipenuhi oleh kalangan pengusaha. Apindo menegaskan akan mengikuti aturan kenaikan UMP sesuai regulasi.

Pemerintah akan mengevaluasi usulan kenaikan tersebut dengan cermat dan tetap mengikuti formula yang diatur dalam PP Nomor 51/2023.

“Ada aturan yang harus kita ikuti, termasuk mempertimbangkan berbagai variabel ekonomi yang berlaku. Kami akan melaporkan hasil perhitungan ini kepada Presiden setelah semuanya siap,” tambah Yassierli.

Adapun sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan telah mewanti-wanti terkait agenda penetapan UMP 2025, agar stabilitas ekonomi dan polkam tetap terjaga.

BG sapaan akrabnya, telah meminta seluruh pimpinan pemerintahan daerah untuk berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait Upah Minimum Provinsi (UMP).

Ia mengingatkan, agar pimpinan daerah tidak terjebak pada kebijakan populis yang dapat menimbulkan risiko pada pertumbuhan ekonomi.

“Terkait penetapan UMP, UMK, keputusan ini perlu dipertimbangkan dengan cermat agar tidak terjebak kepada kebijakan yang populis,” kata BG dalam Rakornas Pemerintah Pusat dan Daerah 2024 beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, UMP yang terlalu tinggi atau tidak rasional dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Risiko ini juga termasuk penurunan sektor tenaga kerja baru hingga ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan.

“UMP yang terlalu tinggi atau tidak rasional ini bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi, menurunkan rekrutmen tenaga kerja baru, mendorong pekerja ke sektor informal, dan ujung-ujungnya menyebabkan ketidakpatuhan terhadap peraturan yang dilakukan oleh setiap perusahaan,” jelasnya.