HOLOPIS.COM, BANDUNG – Kementerian Perdagangan telah serahkan tersangka dan barang bukti penyidik tindak pidana metrologi legal ke Kejati Jawa Barat. Penyerahan ini merupakan tahapan proses penanganan perkara dari penyidik setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (status P21). 

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), Rusmin Amin mengatakan, kasus ini merupakan kasus yang tengah bergulir terkait tahapan penanganan perkara tindak pidana metrologi legal yang terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar (Umum) SPBU Nomor 34.413.4 Rest Area KM 42 B Tol Jakarta-Cikampek Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Penyerahan tersangka dan barang bukti ini merupakan tahapan proses penanganan perkara dari penyidik setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (status P21). Kewenangan penanganan perkara resmi beralih dari Tim Penyidik Kementerian Perdagangan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Barat melalui Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Polda Jawa Barat.

”Kementerian Perdagangan menyerahkan tersangka dan barang bukti kasus SPBU KM km 42 Kabupaten Karawang tersebut kepada JPU Kejati Jawa Barat melalui Korwas PPNS Polda Jawa Barat. Hal itu merupakan wujud keseriusan dari Kemendag dalam menindaklanjuti temuan yang telah diekspose Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada 23 Maret 2024 lalu,”katanya, seperti dikutip Holopis, Jumat (8/11). 

Barang bukti tersebut berupa alat tambahan di SPBU. Diduga pemasangan alat tambahan di SPBU tersebut mempengaruhi hasil penakaran atau jumlah volume cairan bahan bakar minyak (BBM) yang diterima. Hal ini mengakibatkan kerugian pada masyarakat atau konsumen.

Rusmin menambahkan, perkara yang terjadi di SPBU ini merupakan hasil pengawasan Kementerian Perdagangan menjelang Hari Raya Besar Keagamaan (HBKN) pada Maret lalu. Hal ini kemudian menjadi dasar adanya dugaan tindak pidana metrologi legal. 

“Dari hasil pemeriksaan, terdapat bukti pidana dan patut diduga telah melanggar ketentuan yang diatur dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Kemudian, dilakukan penyidikan guna membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan tersangkanya,” tuturnya. 

Rusmin menerangkan, yang dilanggar yaitu pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal yang terkait pemasangan alat ukur, alat penunjuk, atau alat lainnya sebagai tambahan pada alat-alat ukur, akar, atau timbang yang sudah ditera atau ditera ulang. Pelanggarannya dapat dikenakan sanksi pidana penjara satu tahun dan/atau denda setinggi -tingginya Rp1 juta.

”Tahun ini Ditjen PKTN sudah menangani empat perkara terkait metrologi legal. Hasilnya, satu perkara sudah diputuskan pengadilan dengan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), dua perkara sudah berstatus P21, dan satu perkara masih dalam proses penyidikan. Hal ini tentu tidak terlepas dari dukungan dan kerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan,” terangnya.

Pengawasan metrologi legal adalah ujung tombak dalam meningkatkan supremasi hukum bidang metrologi legal di Indonesia. Pasal 36 UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal mengamanatkan Ditjen PKTN sebagai instansi pemerintah yang ditugaskan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, pengamatan, dan penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam UU tersebut.