HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) saat ini sudah dijebloskan ke dalam Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Saat digiring ke mobil tahanan, Tom Lembong yang sudah mengenakan baju tahanan Kejaksaan Agung tersebut mengatakan pasrah atas status hukumnya saat ini.
“Saya menyerahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Tom Lembong singkat di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Penahanan Tom Lembong karena statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi perizinan impor Gula oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI). Atas kasus itu, Tom akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan lebih lanjut.
“Dilakukan penahanan di rutan selama 20 hari ke depan,” kata Direktir Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar di Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Ada dua orang yang ditahan dalam perkara ini. Pertama adalah Tom Lembong (TTL). Kedua adalah CS yang merupakan Direktur Pengembangan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Baik Tom Lembong maupun CS sama-sama ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jakarta Pusat. Tom ditahan atas Surat Perintah Penahanan Nomor 50 tanggal 29 Oktober 2024, sementara CS ditahan atas dasar Surat Perintah Penahanan Nomor 51 tanggal 29 Oktober 2024.
Dalam paparannya, Qohar mengatakan bahwa kebijakan impor gula tersebut dilakukan saat Indonesia mengalami surplus gula. Dia mengatakan, impor gula seharusnya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Akan tetapi, Tom Lembong mengizinkan PT AP melakukan impor saat dirinya masih menjadi Menteri Perdagangan.
Selain itu, ada juga dugaan kongkalikong terkait impor dan penjualan gula oleh perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari Kemendag saat itu. Kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 400 miliar.
“Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar,” ucap Abdul Qohar.