Ia menyelesaikan tesis yang berjudul The Conflict in Aceh: Searching for A Peaceful Conflict Resolution Process, yang mengkaji proses resolusi konflik di Aceh.
Raja Juli kemudian meraih gelar doktor dari Universitas Queensland, Australia, dengan beasiswa Australian Development Scholarship (ADS) pada tahun 2010.
Disertasinya berjudul, Religious Peacebuilders: The Role of Religion in Peacebuilding in Conflict Torn Society in Southeast Asia, mengkaji peran agama dalam perdamaian, dengan studi kasus di Mindanao (Filipina Selatan) dan Maluku (Indonesia).
Karir di Dunia Politik
Raja Juli Antoni adalah Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII), sebuah lembaga pemikir di Indonesia.
Ia juga aktif menulis opini dan artikel yang diterbitkan di berbagai media nasional. Selain itu, ia pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Maarif Institute, lembaga yang didirikan oleh Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Di bidang organisasi, Raja Juli Antoni merupakan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) periode 2000-2002.
Ia juga pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilihan Umum 2009 mewakili PDIP untuk Daerah Pemilihan Jawa Barat IX (Kabupaten Subang, Sumedang, dan Majalengka). Meski tidak terpilih, ia terus aktif dalam politik nasional.
Pada 2015, Raja Juli sempat mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, namun kemudian mengundurkan diri untuk fokus mengembangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang baru ia dirikan bersama sejumlah politikus muda lainnya.
Sebagai Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan nilai-nilai inklusif, antikorupsi, dan transparansi.