Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Hashim Djojohadikusumo membeberkan potensi keuangan yang bisa didapatkan pemerintah Indonesia pada saat ini.

Dimana dana itu ditarik dari sejumlah pengusaha sawit yang nakal bahkan tambahan dari perdagangan karbon yang jumlahnya cukup fantastis.

“Kita dari pengusaha nakal Rp 190-300 triliun, yang karbon kita bisa dapat Rp 190 triliun, itu sudah Rp 400 triliun kurang lebih dana baru,” kata Hashim pada beberapa waktu lalu di Jakarta.

Hashim mengungkapkan, saat ini saja setidaknya ada sekitar 300 pengusaha sawit yang menjalankan bisnis secara ilegal atau mengemplang pajak. Kondisi ini telah menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp 300 triliun.

Para pengemplang pajak itu dengan sengaja tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tidak memiliki rekening bank di Indonesia.

“Ini sudah dikasih laporan ke Pak Prabowo, segera bisa dibayar Rp 189 triliun dalam waktu singkat dan waktu lebih lama, tetapi tahun depan bisa tambah Rp 120 triliun lagi, sehingga Rp 300 triliun itu masuk ke kas negara,” jelasnya.

Pemasukan APBN lainnya kemudian menurut Hashim adalah dengan memanfaatkan hutan-hutan Indonesia yang bisa menawarkan kredit karbon hingga 577 juta ton menurut asesmen dan kajian PBB.

Dimana biaya per tonnya bisa dibanderol US$ 10. Artinya, negara bisa mendapat tambahan dana lagi US$ 5,8 miliar (sekitar Rp 90 triliun).

“Dengan biaya atau cost minimal US$ 10 per ton, mungkin kita bisa dapat lebih. Saya nanti akan omongkan, akan lelang. Kalau Saudi, Qatar, Abu Dhabi berminat, semua negara-negara penghasil emisi berminat, kita jual minimal US$ 10 (per ton),” terangnya.

Hashim juga mengaku sudah memeriksa catatan tersebut dengan Wakil Menteri Keuangan Tommy Djiwandono.

“Berarti apa, berarti itu US$ 5,8 miliar anggaran. Saya sudah cek dengan Tommy Djiwandono, dia sudah konfirmasi di APBN, itu tidak dihitung. Berarti apa, kita bisa dapat tambahan Rp 90 triliun kurang lebih dana baru,” tukasnya.

Selain itu, Hashim melihat kemungkinan pendapatan lewat karbon pada kuartal kedua atau ketiga 2025 sebesar US$ 6 miliar (Rp 93 triliun).

“Berarti kita bisa dapat Rp 190 triliun tambahan dana untuk masuk APBN,” tutupnya.