HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi kembali dipanggil tim penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Kamis (24/10).Ira dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi Kerjasama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019 – 2022.

Selain Ira, penyidik KPK juga memanggil dua saksi lain. Kedua saksi itu yakni Lead Inspector PT BKI Ardhian Budi S dan Pimpinan Cabang KJPP MBPRU Batam, Ahsin Silahudin.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama IP selaku Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2018-2024,” ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com.

Ini bukan kali pertama Ira dipanggil untuk diperiksa. Sebelumnya Ira juga pernah dijadwalkan diperiksa oleh tim penyidik KPK. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Ira Puspadewi merupakan satu dari empat tersangka dalam kasus ini. Selain Ira, tiga tersangka lainnya yakni Harry MAC selaku direktur perencanaan dan pengembangan PT ASDP; Yusuf Hadi yang merupakan direktur komersial dan pelayanan PT ASDP; serta Adjie yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah menyita 15 aset yang bernilai ratusan miliar rupiah dari pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie. Dari 15 aset yang telah disita KPK, empat terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. 

Selain dikawasan elit itu, belasan aset yang disita tersebar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Bogor, hingga Surabaya. Ditaksir aset-aset itu bernilai ratusan miliar rupiah.  

KPK membuka peluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2019-2022. Hal itu saat ini sedang didalami tim penyidik lembaga antikorupsi. 

Disebutkan, penerapan pasal pencucian uang untuk menjangkau aset yang sudah disembunyikan oleh para pelaku tindak pidana korupsi. Terlebih, penyamaran aset itu menyulitkan pemulihan aset atau asset recovery. 

Akan tetapi jika KPK bisa melakukan penyelamatan aset menggunakan pasal kerugian keuangan negara dalam kasus ASDP, maka lembaga antikorupsi tak akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) TPPU. Adapun surat perintah penyidikan (sprindik) yang sudah diterbitkan dalam kasus ASDP ini diketahui berkaitan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau kerugian negara. 

Diketahui, KPK saat ini sedang mengusut kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Sejauh ini diduga telah terjadi kerugian negara yang disinyalir mencapai Rp 1,27 triliun.