HOLOPIS.COM, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mengapresiasi langkah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam menindaklanjuti laporan dugaan rasuah pemotongan honorarium Hakim Agung Tahun Angaran 2022-2023 senilai Rp 138 miliar. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyebut lembaga antikorupsi telah bergerak mengusut dugaan rasuah tersebut.

Demikian dikatakan Sugeng di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/10). Sugeng diketahui hadir di markas lembaga antikorupsi guna meminta klarifikasi perkembangan atas laporan yang sebelumnya dilayangkan.

“Sudah, (KPK, red) sudah gerak. KPK artinya memang memfollow up,” ungkap Sugeng yang didampingi Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, seperti dikutip Holopis.com.

Menurut Sugeng laporan yang sebelumnya dilayangkan pihaknya saat ini sedang dalam proses telaah pada Direktorat PLPM (Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK. IPW sebagai pihak pelapor akan terus berkomunikasi dengan KPK untuk mengungkap perkara ini.

“Saya meyakini Presiden Terpilih Prabowo Subanto yang berulang kali telah menegaskan Ikan busuk dari kepalanya akan tegas mendorong KPK agar memproses dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan,” ujar dia.

Sugeng berharap ditetapkannya Sunarto sebagai Ketua MA tidak menghalangi KPK melakukan pengusutan atas dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung. Pelapor berharap agar KPK segera memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat. Tak terkecuali oknum pimpinan MA bersama-sama kesekretariatan panitera.

“Kami telah mendapat kepastian bahwa KPK akan on the track dengan menjunjung tinggi prinsip persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law) termasuk dalam kaitan rencana pemeriksaan terhadap Ketua Mahkamah Agung. Indonesia Police Watch dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia memberikan apresiasi atas sikap dan komitmen KPK,” kata Sugeng.

Sugeng sebelumnya juga sempat minta KPK untuk memeriksa seluruh rekening pihak-pihak yang diduga terlibat dugaan rasuah pemotongan honorarium Hakim Agung. Dana Rp 138 miliar yang tidak dilaporkan sebagai dugaan gratifikasi itu disebut harus ditelusuri dengan mencocokkannya dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik sejumlah pihak atau para terlapor.

Disebutkan, diduga uang Rp 138 miliar menjadi bancakan rasuah terbagi dalam tiga klaster. Yakni, diduga klaster pimpinan MA dengan nilai Rp 97 miliar (25,9 persen); klaster supervisor dengan niai Rp 26.171.325.000 (7 persen); dan klaster tim pendukung administrasi yudisial sebesar Rp 14,955 miliar (4 persen).

“KPK harus memeriksa seluruh rekening terlapor. Uang dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung Tahun Angaran 2022-2023 dengan nilai total sebesar Rp 138 miliar sebagai gratifikasi yang tidak dilaporkan. KPK hanya tinggal menyandingkan jumlah uang yang ada direkening, dengan hasil Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para terlapor. Untuk penerimaan dalam bentuk cash juga dapat dikejar,” ungkap Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan resminya kepada wartawan, Senin (14/10).

Sugeng menyebut angka Rp 138 miliar itu berdasarkan temuan pihaknya. Sugeng menduga sejumlah pihak berperan atau terlibat dalam dugaan rasuah pemotongan honor tersebut. Diduga diantaranya, petinggi MA berinisial S dan Panitera MA berinisial AN.

Sosok AN yang juga Penanggungjawab Anggaran Honorarium Penanganan Perkara (HPP) disebut-sebut “distributor” uang hasil dugaan rasuah. AN yang pernah diperiksa KPK tahun 2016 dalam kasus suap disebut memiliki sejumlah rekening untuk menampung uang rasuah. Salah satu rekening diduga menerima gelontoran dana hasil dugaan pemotongan honorarium Hakim Agung senilai Rp. 4.930.658.923.

“Sisanya dibagi-bagi kepada petinggi sekretariat Mahkamah Agung RI antara lain W, M, RR, HIM, SH, ANK, MFG, AFK, AZA, Suh, MRA, WA, TFM, AIR dan AA. Sedangkan sebesar Rp 14,955 miliar (4 persen) dibagikan kepada 100 lebih orang yang ada dalam cluster tim pendukung administrasi yudisial,” ujar Sugeng.

KPK sebelumnya berjanji akan menindaklanjuti dugaan rasuah terkait pemotongan honorarium Hakim Agung. KPK berjanji bakal memproses dan menindaklanjuti laporan tersebut. Pihak-pihak yang diduga mengetahui atau terlibat dugaan korupsi pemotongan honorarium Hakim Agung dan atau gratifikasi atau TPPU pada Mahkamah Agung RI dalam Tahun Anggaran 2022-2023-2024 akan dipanggil.

“Sampai saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat PLPM (Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat),” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya beberapa waktu lalu.