HOLOPIS.COM, JAKARTA – Serikat Petani Indonesia (SPI) mengucapkan selamat kepada Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang telah dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Minggu, 20 Oktober 2024.

Dalam keterangannya, Ketua Umum SPI Henry Saragih menyambut baik pidato Presiden Prabowo Subianto tentang Visi Indonesia yang memberikan perhatian pada Swasembada Pangan. Oleh sebab itu, ia memiliki 6 (enam) harapan besar di pemerintahan Kabinet Merah Putih ini.

“Kami memandang ada 6 (enam) hal yang harus dilakukan oleh presiden Prabowo Subianto untuk mencapai visi Swasembada Pangan tersebut,” kata Henry dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Selasa (22/10).

Pertama adalah menjalankan Reforma Agraria. Ia meniali bahwa jumlah petani gurem saat ini telah mengalami peningkatan menjadi 16,8 juta. Sementara untuk indeks gini agraria, saat ini sebesar 0,7 persen. Dengan angka tersebut, Henry menyebut bahwa hal itu menunjukkan ketimpangan agraria sangat parah.

“Reforma Agraria adalah merombak tatanan agraria yang tidak adil dengan mendistribusikan tanah kepada buruh tani, petani gurem, dan orang-orang yang tak bertanah di pedesaan serta menyelesaikan konflik agraria,” ujarnya.

Kemudian kedua, adalah menegakkan kedaulatan pangan. Henry menyampaikan bahwa negara dan rakyatnya memiliki kedaulatan dalam memutuskan kebijakan pangan dalam negerinya, tidak bergantung pada intervensi kekuatan negara lain.

“Negara dan rakyat memutuskan produksi untuk pemenuhan pangannya, dan petani menjadi produsen utama pangan tersebut,” tutur Henry.

Henry melanjutkan, poin ketiga yaitu mendorong dan mengembangkan Kelembagaan Ekonomi Pertanian Rakyat yang berdasarkan kelembagaan koperasi.

Sementara yang keempat adalah mengembangkan sistem pertanian Agroekologi agar pertanian di Indonesia tidak bergantung kepada pupuk kimia, pestisida, dan benih hibrida, yang selama ini sudah membuat petani ketergantungan, memberatkan biaya produksi, dan merusak alam.

“Sehingga pengembangan benih lokal yang ada di tengah masyarakat harus lebih dikembangkan,” sambungnya.

Kelima, Reforma Agraria dan Kedaulatan Pangan tersebut bisa dijalankan berdasarkan konstitusi UUD NRI 1945, UUPA 1960, dan TAP MPR-RI No. IX tahun 2001, dan Undang-Undang No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU 18/2012 tentang Pangan, dan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Selanjutnya yang keenam, menghapuskan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan peraturan/undang-undang lainnya yang merugikan petani, seperti melegalkan perampasan tanah, mempermudah impor pangan, food estate, dan mengalihfungsikan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

“Reforma Agraria bisa mengatasi masalah kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran.
Karena dengan Reforma Agraria orang bisa bekerja, bisa menghasilkan pangan, dan keperluan lainnya secara tidak langsung meningkatkan perekonomian,” tandas Henry.

SPI menilai surplus pangan bisa dicapai, apabila rakyat petani sebagai produsen pangan mempunyai tanah yang menjadi alat produksi.

Oleh sebab itu, Henry meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menjalankan Reforma Agraria ini terlebih dahulu, sebagai syarat utama untuk bisa meningkatkan produksi pangan di Indonesia yang berlimpah, bukan saja untuk kepentingan rakyat Indonesia tapi bisa menjadi sumber pangan untuk solidaritas rakyat di belahan dunia lainnya.

“Meskipun upaya Reforma Agraria ini suatu upaya yang berat karena memerlukan satu perubahan yang menyeluruh. Namun Reforma Agraria juga adalah koreksi total terhadap model ekonomi kolonial yang masih ada sampai saat ini”, tutupnya.