HOLOPIS.COM, JAKARTA – Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) umumnya didiagnosis pada masa kanak-kanak. Sementara pada orang dewasa, kondisi neurologis ini jarang disadari.
Dan yang menarik, justru sekitar 1 dari 4 orang dewasa di Amerika Serikat mencurigai dirinya mengidap ADHD. Beberapa tanda inilah yang mereka jadikan diagnosa.
Apa Itu ADHD?
Kementerian Kesehatan dalam lamannya menjelaskan, ADHD adalah kondisi gangguan psikiatrik pada seseorang di mana ia menunjukkan karakteristik gejala sebagai berikut:
- Inatensi: Sulit atau gagal fokus pada hal detail; terlihat seperti tidak mendengarkan; sulit mengikuti instruksi; sulit mengorganisasi; mudah teralihkan; pelupa atau sering kehilangan barang.
- Hiperaktif: Mudah gelisah; tidak bisa duduk diam; tidak bisa antri; suka bergerak, berlari atau memanjat tak terkendali atau tanpa tujuan; banyak bicara.
- Impulsif: Sulit menunggu giliran; menjawab dengan impulsif tanpa menunggu orang lain selesai bicara; Suka memotong pembicaraan orang lain.
Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, namun beberapa faktor ini dianggap berkontribusi meningkatkan gangguan ADHD:
- Genetika
- Ibu hamil yang mengonsumsi alkohol, rokok, atau obat tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan otak janin.
- Paparan zat kimia tertentu selama masa kanak-kanak (kontaminasi lingkungan), seperti timbal.
- Cedera otak akibat luka atau trauma di kepala.
Tentu saja diagnosa ADHD harus melibatkan serangkaian penilaian yang dilakukan oleh ahli kesehatan. Penilaian tersebut meliputi:
- Wawancara medis guna mengetahui riwayat kesehatan serta seperti apa dan bagaimana gejala muncul.
- Skala penilaian yang diberikan orangtua, guru, dan atau pihak lain yang dekat dengan anak.
- Pemeriksaan fisik guna mengetahui penyebab lain dari gejala fisik yang muncul.
- Pemeriksaan neuropsikologis untuk mengecek fungsi otak.
ADHD di Indonesia
Pada Tahun 2022, Queensland Center for Mental Health Research menerbitkan hasil penelitian bertajuk Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS). Di dalamnya memuat penelitian mengenai gangguan mental yang dialami para remaja selama 12 bulan di tahun tersebut.
Jumlah responden remaja dalam penelitian ini sekitar 5.646 anak berusia 10-17 tahun. Dan hasilnya lumayan mencengangkan. Yakni: 1% mengalami gangguan depresi mayor; 3,7% gangguan cemas; 0,5% PTSD; 0,9% gangguan perilaku; 0,5% ADHD.
Cara Mengetahui ADHD pada Orang Dewasa
Ahli saraf anak dan dewasa Miller Children’s & Women’s Hospital Long Beach Jasmin Dao, MD., mengatakan, ada beberapa kondisi lain yang menyertai pada ADHD, seperti kecemasan dan depresi, yang gejalanya mirip dengan gangguan lain. Inilah yang membuat dokter kesulitan dalam mengidentifikasi gejala ADHD pada orang dewasa.
Untuk kasusnya pada orang dewasa sendiri, survei terbaru yang dilakukan para ilmuwan di The Ohio State University mengungkapkan, 1 dari 4 orang dewasa di AS curiga dirinya mengidap ADHD. Survei tersebut sebagian besar dilakukan secara online pada 16 dan 18 Agustus 2024 lalu dengan jumlah responden 1.006 orang.
Dari penelitian tersebut, sekitar 25% responden curiga dirinya menderita ADHD yang tidak terdiagnosis. Sementara 13% lainnya mengaku pernah memeriksakan kecurigaannya tersebut kepada dokter.
Seharusnya, jika sudah merasa curiga dirinya mengidap ADHD, pemeriksaan lanjutan bersama dokter perlu segera dilakukan. Mengapa? Agar dokter bisa memberikan diagnosa yang tepat, dan menyarankan pengobatan yang sesuai.
Seperti yang dikatakan Justin Barterian, PhD., psikolog dan asisten profesor klinis Ohio State’s Department of Psychiatry and Behavioral Health. “Kecemasan, depresi, dan ADHD terlihat sangat mirip, dan pengobatan yang salah bisa memperburuk keadaan, bukannya membantu penderitanya merasa lebih baik”
Ya, ADHD dapat meniru kondisi lain, seperti kecemasan, depresi, atau juga gangguan tic, sehingga sulit mengidentifikasi apakah gejala yang dialami si pengidap benar-benar ADHD atau bukan. Ditambah lagi, gejala ADHD pada orang dewasa bisa berbeda satu dari yang lainnya.
Di sisi lain, ada banyak alasan mengapa banyak orang dewasa enggan memulai pengobatan ADHD. Di antaranya:
- Merasa malu atau takut mengungkapkan gejalanya.
- Kurangnya kesadaran atau memiliki stigma yang salah terkait ADHD.
- Khawatir dengan risiko efek samping obat.
Intinya, jika Anda merasa curiga mengidap ADHD, segera periksakan ke dokter. Pengobatan yang tepat dapat membantu mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup Anda selanjutnya. Semangat!