HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tanpa disadari, ternyata selama ini ada jenis virus baru yang ’tinggal’ di sikat gigi dan pancuran kamar mandi Anda.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah virus tersebut dapat membahayakan kesehatan atau atidak?. Simak penjelasannya berikut ini.
Adalah McCormick School of Engineering dari Northwestern University yang melakukan penelitian, dan Erica Hartmann merupakan profesor yang menjadi pemimpin penelitian tersebut.
Total para peneliti dari universitas itu mengidentifikasi 614 virus berbeda melalui sampel biofilm –komunitas mikroorganisme seperti lem yang menempel pada permukaan– dari 34 sikat gigi dan 92 shower. Hasilnya, kata Hartmann, sangat mencengangkan.
“Jumlah virus yang kami temukan benar-benar liar,” jelas Hartmann. Selengkapnya hasil penelitian tersebut diterbitkan di jurnal Frontiers in Microbiomes Volume 3 (9/10/2024).
Hartmann menambahkan, dari sekian banyak virus yang timnya temukan hanya sedikit yang mereka sudah ketahui, sementara sisanya belum pernah dilihat sebelumnya. “Sungguh menakjubkan betapa banyak keanekaragaman hayati yang belum dimanfaatkan di sekitar kita,” katanya lagi.
Ya, lingkungan hangat dan lembab seperti di pancuran dan sikat gigi memang merupakan tempat sempurna bagi mikroba berkembang biak. Dari ratusan virus yang teridentifikasi di sana, menunjukkan betapa besarnya keanekaragaman hayati yang dapat ditemukan di tiap-tiap rumah.
Untungnya, virus-virus ini bukanlah jenis virus yang bisa menyebabkan flu (biasa ataupun parah) atau jenis penyakit lainnya. Virus tersebut adalah bakteriofag (disingkat fag), yakni musuh alami bakteri.
Mengapa disebut ‘musuh alami’? Itu karena para fag kecil berbentuk tripod tersebut berevolusi untuk berburu, menyerang, dan melahap spesies bakteri-bakteri tertentu di sekitarnya.
Ya, itulah mereka, virus pemakan bakteri, yang tidak berbahaya bagi manusia, tapi justru bermanfaat dengan memakan dan menginfeksi bakteri.
Hartmann mengungkapkan, virus fag ini sudah digunakan dalam uji klinis sebagai solusi potensial peningkatan masalah resistensi antibiotik. Pengobatan ini dikenal dengan sebutan “terapi fag”.
Cara kerjanya adalah dengan menginfeksi dan bereplikasi di dalam bakteri inang, fag kemudian membunuh patogen dan menjadi dasar obat baru untuk mengobati bakteri yang kebal antibiotik atau bakteri super.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, setiap tahunnya di Amerika Serikat ada lebih dari 2,8 juta infeksi yang resistan terhadap antimikroba.
Tentunya ini bisa menjadi ancaman kesehatan masyarakat global karena dapat mempersulit perawatan medis standar menjadi berisiko tinggi, seperti pembedahan, operasi caesar, dan kemoterapi.
Melalui penelitian ini para peneliti berharap penemuan virus baru bisa terus dikembangkan menjadi lebih bermanfaat bagi manusia.
Dan ke depannya, masyarakat tak perlu lagi merasa terlalu khawatir dengan keberadaan mikroorganisme di kamar mandi.
Hasil pertandingan Lazio vs Atalanta pada lanjutan Liga Italia musim 2024/2025, berakhir dengan skor imbang…
JAKARTA - Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman menilai bahwa memang…
Presiden Prabowo Subianto menghadiri acara Perayaan Natal Nasional 2024 yang bertajuk “Marilah Sekarang Kita Pergi…
Hari Cello Internasional diperingati pada 29 Desember setiap tahunnya. Hari raya tersebut juga sekaligus diperingati…
Ketua Presidium KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, mengajak rakyat Indonesia untuk mendoakan…
Inter Milan berhasil mengandaskan perlawanan Cagliari pada lanjutan Liga Italia 2024/2025, dengan skor telak 3-0…