HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Letnan Jenderal (Purn.) TNI Muhammad Herindra sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menggantikan Jenderal Purn. Pol. Budi Gunawan. Persetujuan ini tidak terlepas dari rekam jejak Herindra dalam memperkuat pertahanan nasional.
Analis intelijen pertahanan dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menilai bahwa kepala BIN saat ini haruslah memiliki pengalaman yang cukup dalam memahami dan merespons perkembangan lingkungan strategis baik global, regional dan nasional.
“Herindra, dengan latar belakang yang panjang di Kopassus dan Kementerian Pertahanan, saya kira adalah sosok yang tepat untuk mengembangkan BIN ke depan,” kata pria yang akrab dipanggil Simon ini dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Rabu (16/10).
Simon menambahkan bahwa Muhammad Herindra telah mendampingi Prabowo Subianto pada saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Berposisi sebagai orang kepercayaan, hal ini memberikan keuntungan strategis bagi Presiden terpilih.
“Karena akan terjadi proses komunikasi yang lebih efektif, cepat dan responsif dalam mengolah informasi intelijen oleh Kepala Negara,” ujarnya.
Saat ini, BIN sedang menghadapi tantangan internal dan eksternal. Secara internal, BIN dituntut untuk mampu merepresentasikan berbagai lembaga intelijen di bawah koordinasi BIN sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Badan Intelijen Negara.
Artinya, ada komposisi yang proporsional di dalam pimpinan BIN, termasuk representasi dari kelompok berlatar belakang sipil.
“Ini supaya terjadi keberimbangan dalam melakukan analisa-analisa intelijen di dalam tubuh BIN itu sendiri,” kata Simon.
Sementara dari sisi eksternal, tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana intelijen menghadapi arus Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang kian hari kian masif. Serangan siber saat ini digunakan tidak hanya mencuri informasi rahasia, tapi digunakan untuk menyerang balik ke negara kita.
“Kita seringkali kecolongan dan belum siap untuk menyikapi berbagai serangan siber ini. Misalnya judi online, secara nyata telah merusak tata hidup di masyarakat dan merugikan warga negara. Tapi sekarang sudah terlanjur membesar. Dengan adanya intelijen siber diharapkan hal-hal seperti ini dapat dideteksi dan diantisipasi,” paparnya.
Tantangan lain yang harus diperhatikan berupa potensi Indonesia dijadikan ruang proksi oleh negara-negara yang sedang berkonflik di kawasan Eropa, Timur Tengah maupun wilayah Pasifik. Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, dan US-China-Taiwan, kesemua negara itu membutuhkan dukungan dan legitimasi internasional. Termasuk mengklaim negara lain sebagai kawan ataupun lawan.
“Saat ini gerakan untuk menjadikan Indonesia sebagai proksi bukan tidak ada, karena itu deteksi dini perlu lebih diperkuat lagi. Jangan sampai negara kita hancur sementara yang memperoleh keuntungan adalah negara-negara yang sedang berkonflik,” jelas Simon.
“Dengan kapasitas yang dimiliki oleh Kepala BIN terpilih, saya yakin BIN ke depan akan semakin menunjukan peningkatan yang signifikan dan lebih mampu mendeteksi dini berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan terhadap NKRI,” sambungnya.
Terakhir, ia menekankan bahwa Badan Intelijen Negara ke depan harus didukung oleh Sumber Daya Manusia yang unggul. Tidak hanya mampu menjalankan tugasnya sebagai intelijen, akan tetapi benar-benar memiliki jiwa nasionalisme yang sangat tinggi.
“Ke depan, dengan ditopang SDM Intelijen unggul, berkarakter nasionalis, dan menguasai teknologi adalah kunci menuju Indonesia Emas. Tentu saja dalam kerangka kerja intelijen untuk mewujudkan ketahanan nasional serta menjaga kepentingan nasional dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” pungkas Simon.