HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia berhasil meraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia (UI), setelah melewati proses Sidang Terbuka Promosi Doktor Kajian Stratejik dan Global di Kampus UI, Depok pada Rabu (16/10) tadi.
Dalam sidang tersebut, Bahlil mempresentasikan disertasi yang dibuatnya, yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, Tata Kelola, Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.”
Dalam paparannya, Bahlil menjelaskan, bahwa program hilirisasi yang digencarkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah banyak memberikan dampak positif. Meskipun di satu sisi, masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki.
“Terkait dengan kebijakan hilirisasi yang belum adil bagi daerah, kedua kelembagaan hilirisasi di Indonesia yang masih parsial, dan tata kelola yang harus diperbaiki,” kata Bahlil dalam paparan disertasinya, Rabu (16/10).
Selain itu, Bahlil dalam paparan tersebut juga turut menyoroti terkait meningkatnya dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh hilirisasi. Salah satunya di Morowali, Sulawesi Tengah, yang merupakan salah satu daerah pengembangan industri nikel di Indonesia.
Di sana, kata dia, kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) terus meningkat. Bahkan angka penderita asma di Morowali telah mencapai 54 persen. Hal itu tak lain karena kondisi lingkungan di Morowali yang memprihatinkan, terutama dari sisi kualitas udara dan air di kawasan tersebut.
“Kemudian di Halmahera tengah jauh lebih baik dan air di sana untuk di Morowali waduh itu minta ampun. Kenapa di Morowali seperti ini karena ini adalah barang baru,” kata dia.
Meskipun masih banyak tantangan lingkungan yang dihadapi, namun Bahlil menekankan bahwa hilirisasi merupakan langkah penting yang harus dilakukan, guna mendorong transformasi ekonomi.
Dalam realisasinya, kata Bahlil, hilirisasi di Morowali dan Sulawesi Tengah telah mendorong pertumbuhan ekspor nikel hingga ratusan kali lipat. “Ekspor di Morowali dan Sulawesi tengah itu ratusan kali lipat dari sebelumnya ada hilirisasi bahkan 50-60 persen dari total ekspor nasional,” ujarnya.
Selain itu, hilirisasi juga telah meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Ia menyebut banyak warga yang tidak bekerja di smelter namun berhasil memanfaatkan peluang ekonomi di sekitar tambang, dengan pendapatan dari usaha sampingan, seperti kos-kosan untuk tempat tinggal pekerja dan makanan.