HOLOPIS.COM, ACEH – Dompet Dhuafa Aceh dan Disaster Management Center (DMC) melakukan kegiatan sosial tanam 220 pohon mangrove di pantai Uleee Lheue, Desa Uleee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh pada rilis Kamis (10/10) kemarin.

Dalam paparannya, Kepala DMC Dompet Dhuafa Shira Quds mengatakan bahwa penanaman mangrove merupakan bukti komitmen Dompet Dhuafa dalam menanggulangi ancaman bencana di Provinsi Aceh.

“DMC dan Dompet Dhuafa Aceh sangat berkomitmen dalam menanggulangi risiko bencana yang mengancam Aceh,” terang Shofa Quds dalam keterangan terulisnya yang diterima Holopis.com, Jumat (11/10).

”Pada tsunami yang melanda Aceh pada 2004, kami juga turut membantu percepatan penanganan respons bencana di Aceh,” lanjutnya.

Penanaman mangrove merupakan bagian agenda Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tahun 2024 yang diselenggarakan di Aceh.

Peringatan Bulan PRB 2024 di Aceh merupakan ajang untuk menyebarluaskan semangat pengurangan risiko bencana pasca 20 tahun tsunami yang membawa tragedi kepada Aceh.

”Penanaman pohon mangrove, memang sifatnya simbolis, tapi dilakukan terus-menerus,” ujar Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto seusai penanaman mangrove.

”Yang lebih penting adalah dalam fase pencegahan salah satu pencegahan mitigasi yang tepat, adalah pemeliharaan lingkungan, salah satu pemeliharaan lingkungan yang tepat adalah penanaman pohon. Karena Aceh banyak (dikelilingi) pantai, jadi pohon yang tepat adalah mangrove,” lanjutnya.

Relawan Dompet Dhuafa menanam satu persatu mangrove di pesisir pantai. Relawan masing-masing membongkar dan mengumpulkan sampah plastik yang menjadi pot bibit-bibit mangrove.

Akhirnya pohon-pohon mangrove berdiri tegak membawa pesan dan harapan pengurangan risiko bencana untuk Aceh.

Sebuah studi yang berjudul ”Sebaran Mangrove Sebelum Tsunami Dan Sesudah Tsunami Di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh” (2016) mencatat hasil penelitian luas mangrove tahun 2004 sebelum tsunami seluas 66,25 ha, kemudian pada tahun 2015 setelah tsunami menjadi seluas 47,9 Ha.

Hal ini menunjukan mangrove yang ada di lokasi penelitian mengakibatkan penyusutan sebesar 18,6 Ha yang disebabkan oleh gelombang tsunami pada tahun 2004.

Sebuah studi lain yang berjudul “Tsunami damage reduction performance of a mangrove forest in Banda Aceh, Indonesia inferred from field data and a numerical model” (2010), mencatat bahwa hutan mangrove berusia 10 tahun di area selebar 500 m dapat mengurangi gaya hidrodinamik tsunami hingga sekitar 70% untuk gelombang datang dengan kedalaman genangan 3,0 m dan periode gelombang 40 menit di garis pantai.

Penelitian tersebut juga menunjukkan, untuk kedalaman genangan tsunami lebih dari 4 m, hutan mangrove berusia 10 tahun sebagian besar akan hancur dan akan kehilangan kapasitas pengurangan gaya.

Selain itu, sekitar 80% hutan bakau berusia 30 tahun akan bertahan dari tsunami setinggi 5 m dan menyerap 50% gaya hidrodinamik tsunami.

Berdasarkan dua penelitian di atas mangrove atau bakau mampu memperkecil gaya gelombang tsunami dan ancaman bencana lain seperti abrasi. Kemudian mangrove bisa menjadi penjaga ekosistem laut yang baik.

Semoga iktikad baik ini dapat terus terjaga hingga anak-cucu bangsa Indonesia. Semoga aksi kebaikan ini dapat bermanfaat hingga menjadi harapan untuk Aceh agar semakin tangguh hadapi bencana.