HOLOPIS.COM, JAKARTA – Calon Gubernur Jakarta dari jalur independen, Dharma Pongrekun mengatakan bahwa artificial intelligence (AI) yang saat ini berkembang menjadi biang kerok dari kerentanan keamanan data digital masyarakat.
Bahkan Pongrekun menganggap bahwa AI adalah sebuah alat sadap yang diciptakan untuk memantau dan memata-matai masyarakat melalui perangkat digital mereka.
“Artificial intelligence artinya, alat intelijen, alat memata-matai,” kata Dharma dalam debat perdana Pilkada 2024 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat yang diselenggarakan oleh KPU DKI Jakara, Minggu (6/10) malam seperti dikutip Holopis.com.
Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang akan kerepotan dan ditakutkan ketika perangkat digital mereka disita oleh aparat karena dukungan teknologi AI tersebut.
“Dosa kita ada di gadget. Makanya kalau ada kasus diambil gadgetnya, setresnya setengah mati,” ujarnya.
Terkait dengan paradigma AI yang disampaikan oleh Dharma Pongrekun tersebut pun mengundang reaksi kritis dari Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi. Menurutnya, pemahaman Dharma Pongrekun tentang AI tersebut tak lebih dari teori konspirasi yang disajikan dalam debat terbuka Pilkada Jakarta 2024.
“Problem Jakarta yang kompleks dihadapi dengan teori konspirasi,” kata Ismail dalam tweetnya, Senin (7/10).
Pegiat AI ini pun memberikan penjelasan tentang artificial intelligence yang disinggung oleh Dharma Pongrekun. Menurutnya, AI tak seperti yang dipaparkan oleh Calon Gubernur independen itu.
“AI secara umum tidak dirancang secara inheren untuk menjadi alat mata-mata,” tegasnya.
Justru AI menurut Ismail adalah sebuah teknologi yang diciptakan untuk membantu menyelesaikan berbagai persoalan manusia. Semua dilakukan dengan alur proses yang sesuai kebutuhannya masing-masing.
“Berdasarkan data dan algoritma, seperti pengenalan pola, pengambilan keputusan otomatis, atau pemrosesan bahasa alami,” sambungnya.
Bahkan banyak aspek telah diselesaikan menggunakan bantuan AI, baik dari aspek kesehatan, transportasi maupun aspek dukungan ilmiah lainnya.
“Penerapannya sangat bergantung pada bagaimana ia digunakan, misalnya, AI dapat membantu di bidang kesehatan, transportasi, dan analisis data. Tetapi juga dapat disalahgunakan untuk pengawasan jika diterapkan tanpa pertimbangan etis dan hukum,” papar Ismail.
Ditekankannya lagi, bahwa AI bukan alat untuk memata-matai seperti narasi yang disampaikan oleh Dharma Pongrekun. Artificial intelligence hanyalah sebuah alat bantu dan pendukung untuk kebutuhan manusia berbasis teknologi.
“Intinya, AI memiliki potensi besar, baik positif maupun negatif, tergantung bagaimana teknologi ini dimanfaatkan dan diatur,” tandasnya.
Oleh sebab itu, ia pun mencoba meluruskan perspektif bahwa AI yang disampaikan Dharman hanyalah aspek dari sisi gelap AI, bukan menjadi faktor utama dari keberadaan artificial intelligence tersebut.
“Perspektif yang menyebut AI sebagai mata-mata buatan mungkin lebih menyoroti sisi negatif potensialnya, tetapi tidak mencakup keseluruhan kapasitas dan manfaat AI,” pungkasnya.