HOLOPIS.COM, JAKARTA – Konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah, terutama konflik antara Israel dan Iran yang terjadi belakangan ini memicu lonjakan harga minyak mentah dunia selama sepekan terakhir.

Berdasarkan data pasar yang dihimpun Holopis.com, kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent tercatat menguat 0,33 persen secara harian menuju level USD 78,14 per barel. Sedangkan untuk minyak jenis WTI tumbuh 0,74 persen ke level USD74,54 per barel pada Jumat (4/10) kemarin.

Dalam sepekan, minyak Brent tercatat mengalami kenaikan yang cukup tajam, yakni sekitar 8,56 persen. Sementara minyak jenis WTI dalam sepekan juga turut mengalami peningkatan sebesar 8,60 persen.

Adapun kenaikan harga yang terjadi pada Jumat kemarin menjadi kali keempat berturut-turut, di saat pasar tengah menunggu respons Israel terhadap serangan rudal Iran yang diluncurkan pada pekan ini.

Sejak adanya serangan pada 1 Oktober 2024, harga minyak telah naik hampir 10 persen imbas kekhawatiran para trader akan potensi konflik di Timur Tengah yang semakin meluas.

Pasalnya, serangan tersebut dinilai dapat mengancam pasokan minyak mentah dari Teluk Persia, yang selama ini menyumbang hampir sepertiga dari total produksi global.

Terlebih belakangan ini, Israel dan Amerika Serikat tengah membahas ihwal serangan balasan terhadap infrastruktur minyak Iran, yang menurut Presiden AS Joe Biden dapat memotong ekspor dari negara tersebut.

Sebagaimana diketahui, fasilitas ekspor minyak Pulau Kharg merupakan sistem saraf utama sektor minyak Iran. Di sana, Iran menangani sekitar 90 persen dari 1,7 juta barel per hari ekspor minyak mentah.

Namun, ekspor Iran dapat segera digantikan. OPEC+ saat ini memiliki lebih dari enam juta barel per hari dari produksi yang terhenti akibat pemotongan kuota.

Selain itu, Libya bersiap untuk mengembalikan sekitar 750.000 barel per hari ekspor yang sempat ditangguhkan akibat sengketa yang kini telah diselesaikan antara dua pemerintahan yang bersaing di negara tersebut, dan permintaan sebelum serangan juga sudah lemah.

Meski demikian, serangan itu terjadi ketika minat institusional pada kontrak berjangka minyak hampir mencapai titik terendah dan kekhawatiran perang mungkin telah menarik kembali pembeli spekulatif ke komoditas energi ini meskipun kondisi fundamentalnya lemah.