HOLOPIS.COM, JAKARTA – Seorang warga negara asing (WNA) asal China berinisial YH diduga melakukan aksi penambangan emas secara ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), dimana kasus ini telah terendus sejak Mei 2024.

Mengutip laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), YH diketahui sudah menjual sekitar 774,74 kilogram emas, serta perak sebanyak 937,7 kilogram dari tambang liar yang dikelolanya itu.

Berdasarkan perhitungan sementara oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian ESDM, kerugian negara akibat aksi penambangan liar yang dilakukan YH ini ditaksir mencapai Rp 1,020 triliun.

“Hal ini terungkap pada persidangan kasus pertambangan tanpa izin yang dilakukan warga negara asing Tiongkok (YH) di Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat (29/8),” tulis siaran pers Kementerian ESDM, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (27/9).

Sebagai WNA, pelaku YH tentu tidak bekerja sendiri. Ia menambang emas secara ilegal di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dua perusahaan pertambangan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.

PPNS Kementerian ESDM juga menemukan fakta, bahwa volume batuan bijih emas tergali oleh YH tercatat sebanyak 2.687,4 m3.

Adapun dari hasil uji sampel emas di lokasi pertambangan, kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade), dimana sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton. Sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.

“Dalam persidangan juga terungkap, bahwa kandungan merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dalam pengolahan pertambangan emas ini,” tulis siaran pers itu.

Dari sampel hasil olahan, ditemukan kandungan Hg (mercuri) yang dipakai sebesar Hg 41,35 mg/kg.

Diketahui, pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal.

Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.

Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.