HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusut dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar bahan bakar Avtur oleh PT Pertamina Patra Niaga, yang mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha penyediaan avtur di bandara.

Anggota KPPU, Gopprera Panggabean mengatakan, praktik tersebut diduga dilakukan dengan cara menolak penawaran kerja sama dengan pelaku usaha lain yang ingin masuk ke pasar avtur, maupun dengan penjualan terbatas pada afiliasi.

“KPPU menduga PT Pertamina dan PT Pertamina Patra Niaga telah mengakibatkan pesaing PT Pertamina Patra Niaga mengalami hambatan untuk memasuki pasar avtur,” ujar Gopprera dalam keterangan resminya, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (27/9).

Padahal, dalam Peraturan BPH Migas No. 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara, penyediaan dan pendistribusian avtur di setiap bandara terbuka bagi seluruh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan.

Dia menuturkan, KPPU telah melakukan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran undang-undang dalam penyediaan dan pendistribusian avtur di Indonesia selama beberapa bulan terakhir, dan didapai bukti awal atas dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar oleh PT Pertamina Patra Niaga dalam penyediaan avtur di bandara.

Penyelidikan awal ini didasari dari fakta tingginya harga avtur di Indonesia. Bahkan harga avtur di Tanah Air merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, termasuk untuk harga avtur di Bandara Soekarno Hatta yang memiliki konsumsi avtur terbesar di Indonesia.

“Selain faktor implementasi kebijakan, KPPU menduga adanya monopoli dalam penyediaan avtur juga dapat menjadi faktor tingginya harga avtur,” katanya.

Saat ini, hanya terdapat empat pelaku usaha yang mengantongi izin niaga avtur di Indonesia, yakni PT AKR Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar PetroIndo, dan PT Pertamina Patra Niaga.

Dari jumlah tersebut, hanya dua pelaku usaha yang telah beroperasi dalam penyediaan avtur di bandara, yaitu PT Pertamina Patra Niaga yang memasok ke 72 bandara komersial dan nonkomersial, dan PT Dirgantara Petroindo Raya yang memasok ke dua bandara non-komersial.

Berdasarkan data penjualan, diketahui pangsa pasar PT Pertamina Patra Niaga mencapai 99,97 persen atau memiliki posisi monopoli pada pasar avtur di Indonesia.

Lebih lanjut, penyelidikan awal KPPU juga menemukan bentuk praktik monopoli dan penguasaan pasar dalam penyediaan avtur tersebut, seperti adanya perilaku eksklusif yang mencegah masuknya pesaing potensial masuk ke dalam pasar dan penjualan yang hanya dilakukan kepada perusahaan terafiliasi.

“Berdasarkan fakta dan alat bukti permulaan, KPPU memutuskan untuk meningkatkan status penyelidikan awal tersebut ke tahapan penyelidikan,” ujar Gopprera.

Ke depan, pihaknya akan menjadwalkan pemanggilan terhadap sejumlah pihak terkait untuk dimintai keterangan, seperti Menteri ESDM RI, Bahlil Lahadalia; Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati; Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.