HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengimplementasikan berbagai program dan regulasi untuk melindungi anak yang memerlukan perhatian lebih, terutama anak yang berhadapan dengan hukum.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menegaskan pentingnya keberadaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sebagai salah satu instrumen utama dalam memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
“Berdasarkan data terbaru Proyeksi Penduduk Interim 2022 menunjukkan bahwa sepertiga dari total populasi Indonesia, yang mencapai lebih dari 79 juta jiwa, terdiri dari anak-anak. Namun, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Profil Anak 2023, hanya 84,33 persen dari anak-anak tersebut yang diasuh oleh kedua orang tua mereka, 4,76 persen anak tidak diasuh oleh orang tua sama sekali, 8,34 persen dengan ibu saja dan 2,51 persen dengan ayah saja. Kekerasan dalam pengasuhan juga menjadi faktor risiko yang dapat menyebabkan masalah psikologis pada anak,” ujar Nahar, seperti dikutip Holopis.com, Minggu (22/9).
Nahar mengingatkan jika hak anak tidak dipenuhi, biaya yang harus ditanggung masyarakat bisa sangat tinggi. Contohnya, dalam kasus hukum, proses seperti tes DNA atau visum. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan anak tidak hanya penting dari sisi moral, tetapi juga dari sisi ekonomi.
Dalam laporan Mahkamah Agung dari Januari hingga Agustus 2023, terdapat 4.749 perkara anak yang masuk ke pengadilan, dengan kasus pencurian dan perlindungan anak sebagai yang terbanyak. Angka ini menunjukkan perlunya penanganan yang lebih baik terhadap anak-anak yang terlibat dalam kasus hukum.
“Kemen PPPA berkomitmen untuk meningkatkan upaya perlindungan anak melalui program literasi digital, pengasuhan layak, dan rehabilitasi. Forum Anak dan kelompok-kelompok masyarakat juga dilibatkan dalam upaya ini, untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak. Meskipun pelaporan kekerasan terhadap anak meningkat dalam enam tahun terakhir, prevalensinya masih di bawah 2 persen, menunjukkan ada banyak kasus yang belum terlaporkan. Hal ini menekankan perlunya sistem pelaporan yang lebih efektif dan kesadaran masyarakat mengenai perlindungan anak,” ungkapnya.
Dijelaskan Nahar regulasi seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak, menegaskan komitmen pemerintah dalam perlindungan anak. LPKA juga menerapkan Standar Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (Lemperkura) untuk memastikan kualitas layanan yang diberikan.
“Tim standardisasi Lemperkura, yang terdiri dari berbagai Kementerian/Lembaga, Tim Ahli Standarisasi dan pemerhati anak akan melakukan pengukuran untuk memastikan lembaga-lembaga yang memberikan layanan kepada anak mematuhi standar yang ditetapkan. Ini adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia. Dengan langkah ini, pemerintah dapat menciptakan sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar anak, tetapi memastikan hak-hak mereka dilindungi dan dihormati,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala LPKA Kutoarjo, Arif Rahman menambahkan pentingnya perlindungan dan pembinaan anak di lembaga tersebut, di tengah hanya ada 33 LPKA yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia. Di Jawa Tengah, LPKA Kutoarjo menjadi satu-satunya lembaga yang melayani 35 kabupaten/kota.
“Anak-anak binaan LPKA berhak mendapatkan layanan sesuai dengan Pasal 12 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Layanan tersebut meliputi hak menjalankan ibadah, perawatan jasmani dan rohani, pendidikan, serta kegiatan rekreasional. Selain itu, berhak mendapatkan layanan kesehatan, bantuan hukum, dan perlakuan manusiawi yang melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan,” ujar Arif.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, LPKA menerbitkan 12 Kartu Indonesia Pintar bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan telah meluluskan 11 anak dari program kejar paket C. Selain itu, anak-anak dibekali keterampilan melalui kegiatan kepramukaan dan modul pembelajaran khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum. LPKA juga aktif memfasilitasi hak politik anak, termasuk pembuatan KTP dan partisipasi dalam kegiatan Pemda, seperti seleksi calon Paskibra di Kabupaten Purworejo, untuk menghargai dan melibatkan mereka dalam kegiatan sosial.