HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kemendikbudristek berhasil turunkan disparitas akses pendidikan setelah perbaikan sistem pendidikan dilakukan menjadi lebih adaptif, dan berkeadilan selama 10 tahun.
Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti menjelaskan perhatian khusus diberikan pada anak-anak yang sempat putus sekolah akibat pandemi melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Program KIP selama 10 tahun ini telah membantu banyak siswa melanjutkan sekolah dan menurunkan disparitas antara keluarga miskin dan kaya.
“Kami juga mendukung keluarga miskin dengan membantu membayar uang kuliah, sehingga anak-anak dari keluarga kurang mampu lebih berani melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” katanya seperti dikutip Holopis.com, Rabu (18/9).
Kemendikburistek juga melakukan berbagai upaya afirmasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terpencil). Upaya ini mencakup penguatan kapasitas guru melalui upskilling dan reskilling, program Pendidikan Profesi Guru (PPG), serta memberikan kesempatan pendidikan tinggi bagi anak-anak berprestasi.
Di sisi lain, intervensi dilakukan melalui asesmen Nasional untuk menilai dan membantu sekolah yang membutuhkan perhatian khusus.
“Program seperti Kampus Mengajar tidak hanya membantu guru di daerah 3T tetapi juga menginspirasi siswa melalui kehadiran mahasiswa,” ujarnya.
Dampak perubahan skema pendidikan saat pandemi ialah internet dan perangkatnya. Tak semua guru maupun siswa mampu memiliki gawai dan akses internet dalam pembelajaran jarak jauh selama pandemi.
Dampak Pandemi juga membuat Kemendikbudristek menerapkan kurikulum darurat yang kemudian dikembangkan menjadi Kurikulum Merdeka. Selama tiga tahun implementasinya, Kurikulum Merdeka menunjukkan hasil positif.
“Sekolah-sekolah yang telah menerapkan kurikulum ini selama tiga tahun menunjukkan peningkatan signifikan dalam literasi dan numerasi dibandingkan dengan sekolah yang baru menerapkannya. Literasi dan numerasi lebih unggul dibanding yang baru menerapkan 2 tahun apalagi 1 tahun,” tegasnya.
Selain itu, Suharti menerangkan, program pendidikan vokasi selama ini juga telah membantu menurunkan angka pengangguran. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Suharti menyebut bahwa lulusan SMK yang bekerja setelah 1 tahun lulus meningkat drastis.
Data BPS menunjukkan lulusan SMK yang bisa bekerja setelah 1 tahun kelulusan naik dari 32,1 persen pada 2021 menjadi 38,4 persen pada 2023. Pun demikian dengan lulusan diploma juga menyumbang angkatan kerja masuk ke dunia kerja. Tercatat, lulusan diploma yang masuk dunia kerja juga meningkat dari 50,2 persen menjadi 58,6 persen.
Sementara dalam hal pengembangan kewirausahaan, Suharti menekankan pentingnya pendidikan berkualitas, kebijakan inovasi, dan jejaring penelitian.
“Kunci utama untuk menciptakan wirausaha yang sukses adalah melalui pendidikan berkualitas dan kebijakan yang mendukung inovasi,” imbuhnya.
Pemerintah berkomitmen untuk melanjutkan upaya yang sudah dilakukan selama ini dan bekerja sama dengan berbagai pihak di tingkat daerah dan pusat untuk mencapai target-target pendidikan yang telah ditetapkan.
“Dengan fokus pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan serta penyesuaian pendidikan vokasi, diharapkan Indonesia dapat mengatasi tantangan pendidikan dan mempersiapkan generasi masa depan yang lebih baik,” tutupnya.