HOLOPIS.COM, JAKARTA – PDIP tidak terima dengan pernyataan Nawawi Pomolango yang menyebut kelahiran KPK bukan karena peran dari Megawati Soekarnoputri.
Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy sesumbar bahwa keberadaan KPK justru lahir dari sikap Megawati pada saat itu yang menjabat sebagai presiden.
“Di tengah transisi demokrasi saat itu Ibu Mega berani mengambil keputusan untuk mengesahkan UU sehingga KPK lahir resmi di Indonesia dan tidak lagi sekadar angan-angan,” kata Ronny dalam pernyataannya pada Jumat (13/9) seperti dikutip Holopis.com.
“Dengan segala hormat kepada Pak Nawawi, saya ingin mengatakan bahwa karakter yang berani dari Ibu Mega sebagai presidenlah yang membuat kita punya KPK,” sambungnya.
Ronny kemudian melebarkan penjelasannya kepada sikap Jokowi saat menjabat sebagai presiden yang dituding malah memperlemah KPK pada saat ini.
“Dan ini kontras dengan Presiden Jokowi yang selama ini didukung rakyat dan kekuatan politik mayoritas, tapi malah tidak berani memperkuat KPK,” ujarnya.
“Malah sebaliknya, diduga kuat menggunakan KPK dan institusi penegak hukum lainnya untuk kepentingan dia dan keluarganya,” sambungnya.
Oleh karena itu, Ronny memperingatkan Nawawi tidak usah banyak berbicara dan menunjukan saja kinerjanya sebagai lembaga penegak hukum independen.
“Jauh lebih penting bagi KPK saat ini menunjukkan independensinya seperti cita-cita reformasi, bukan malah sibuk mempersoalkan KPK ini anak siapa. Dengan segala hormat, tunjukkan independensi KPK dengan tidak tebang pilih,” ujarnya.
Ronny yang mendapat panggung dari kasus Bharada E itu pun kemudian malah menyinggung kembali masalah gratifikasi Kaesang Pangarep.
“Publik dan media massa sudah terang benderang menyoroti dugaan gratifikasi keluarga Presiden tapi KPK seperti tuli,” tuntasnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua KPK sementara Nawawi Pomolango memperingatkan Megawati Soekarnoputri untuk tidak merasa menjadi orang paling berjasa atas berdirinya lembaga superbody tersebut.
Nawawi kemudian bercerita awal mula pembentukan KPK di zaman reformasi melalui UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi. Di mana dalam Pasal 42 UU tersebut, KPK seharusnya dibentuk paling lambat 2 tahun setelah UU itu disahkan pada 16 Agustus 1999.
Namun, hingga 16 Agustus 2001 Megawati sebagai presiden kemudian malah tak kunjung membentuk KPK pada saat itu.
“Apakah 16 Agustus 2001 KPK sudah ada? Kaga nongol bayi itu. Padahal ini perintah UU. Tidak melaksanakan perintah UU sama dengan melanggar UU, sarat sebuah pemerintahan untuk di-impeachment,” kata Nawawi dalam pernyataannya pada Kamis (12/9).
“Pada 27 Desember 2002 dengan UU 30/2002, bayi itu telat lahir 1 tahun 4 bulan,” imbuhnya.
Kelahiran KPK pada saat itu pun kembali ditegaskan Nawawi, lagi-lagi bukan karena Megawati Soekarnoputri melainkan karena derasnya desakan masyarakat saat itu.
“Siapa yang terus berusaha, terus bersemangat seperti yang diperintahkan UU? itulah peran dari para rekan-rekan pegiat antikorupsi, mereka yang terus berteriak. Lahirnya di zaman pemerintahan Megawati. Tetapi, bayi ini lahir karena tuntutan reformasi,” tegasnya.
Nawawi lantas meminta publik untuk tidak membolak-balikkan fakta. Ia mengatakan jangan ada anggapan seolah-olah KPK dibentuk karena Megawati.
“Jangan dibalik. Seakan-akan bayi ini (KPK) anak kandung pemerintahan Megawati, yang lahir di jaman reformasi. Jangan dibuat seperti itu,” tandasnya.