HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hari ini tanggal 13 September 1916 adalah hari lahir salah satu tokoh dan pahlawan nasional, Chaerul Saleh yang memiliki andil besar terhadap mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan.

Chaerul Saleh lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, dan merupakan anak tunggal dari pasangan Achmad Saleh, seorang dokter yang pernah dicalonkan menjadi anggota Volksraad, dan Zubaidah binti Ahmad Marzuki.

Ketika Chaerul masih sangat kecil, orang tuanya bercerai dan ia dibawa oleh ibunya ke Lubuk Jantan, Lintau, Tanah Datar. Setelah ibunya jatuh sakit, Chaerul diasuh oleh pamannya, Sulaeman Raja Mudo, hingga ia berusia empat tahun.

Chaerul kemudian mengikuti ayahnya ke Medan dan melanjutkan pendidikannya di sekolah rakyat. Setelah berpindah ke Bukittinggi, ia melanjutkan pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) dan lulus pada tahun 1931.

Aktivitas Politik dan Organisasi

Semasa belajar di Rechtshogeschool (RHS), Chaerul aktif dalam pergerakan mahasiswa dan bergabung dengan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI), di mana ia kemudian terpilih sebagai ketua pada tahun 1939. Di bawah kepemimpinan Chaerul, PPPI melakukan berbagai perubahan radikal, termasuk penyelenggaraan Studenten Kamp dan penerbitan media cetak Indonesia Raya. Artikel yang diterbitkannya di Indonesia Raya berjudul “Verbrokkelingen” membahas lemahnya hubungan antarpartai politik di Indonesia.

Chaerul juga menolak Petisi Soetardjo, yang bertujuan untuk meminta pemerintahan otonom bagi Indonesia dari Belanda. Sebagai perwakilan PPPI, ia berpartisipasi dalam rapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) pada tahun 1940 dan mengajukan mosi yang menuntut agar Indonesia memiliki parlemen dengan tanggung jawab pemerintah terhadap parlemen. Mosi ini ditolak oleh GAPI, namun Chaerul dan delegasinya tetap menjadi bagian dari Kongres Rakyat Indonesia.

Perjuangan Kemerdekaan dan Pemerintahan

Pada masa awal pendudukan Jepang di Indonesia, Chaerul terlibat dalam penyambutan tentara Jepang di Jakarta, meskipun rencana tersebut ditentang oleh beberapa anggota PPPI. Pada 15 Maret 1942, ia bersama 200 orang lainnya menyambut kedatangan Jepang dengan membawa bendera merah putih, meskipun kemudian Jepang membubarkan semua organisasi politik, termasuk PPPI.

Menjelang proklamasi kemerdekaan, rumah Chaerul di Jalan Pegangsaan Barat menjadi tempat pertemuan para pemuda untuk berdiskusi tentang perjuangan kemerdekaan. Chaerul juga terpilih sebagai ketua Comite Van Actie pada 12 Juli 1945, yang berperan penting dalam merencanakan tindakan melawan kekuasaan Jepang.

Karier Politik dan Kontroversi

Setelah kemerdekaan, Chaerul Saleh menjabat dalam berbagai posisi penting di pemerintahan. Ia menjadi wakil perdana menteri, menteri, dan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dari tahun 1957 hingga 1966. Ia dikenal sebagai pengusul ide negara kepulauan dengan batas teritorial 12 mil laut yang disahkan pada 13 Desember 1957.

Namun, karier Chaerul tidak bebas dari kontroversi. Pada 18 Maret 1966, ia ditahan oleh Jenderal Soeharto tanpa proses peradilan dan dianggap mendukung kebijakan Presiden Sukarno yang pro-komunis. Chaerul Saleh meninggal pada 8 Februari 1967 dengan status tahanan politik, dan hingga kini tidak ada penjelasan resmi mengenai alasan penahanannya.

Warisan Chaerul Saleh

Chaerul Saleh dianugerahi gelar kehormatan Jenderal TNI (HOR) Anumerta sebagai penghargaan atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan dan kontribusinya terhadap negara. Nama Chaerul Saleh terus dikenang sebagai pahlawan nasional yang berdedikasi untuk kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia.