HOLOPIS.COM, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan Bank Indonesia (BI) untuk segera memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate yang sampai saat ini masih bertahan di level 6,25 persen.
Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto menuturkan, penurunan suku bunga ini diperlukan lantaran ia menilai suku bunga acuan BI saat ini sudah terbilang tinggi di tengah pergerakan ekonomi yang membaik.
“Karena suku bunga kita tinggi serta tanda-tanda global yang dikhawatirkan Pemerintah dan BI makin mereda, kita butuh penurunan suku bunga saat ini,” ujar Eko dalam keterangannya, sebagaimana dikutip Holopis.com, Kamis (12/9).
Eko menuturkan, terdapat tiga urgensi bagi BI untuk segera menurunkan suku bunga. Pertama yakni sektor riil membutuhkan sinyal relaksasi moneter untuk mulai melakukan ekspansi.
Menurut Eko, optimisme Pemerintah bahwa perekonomian akan membaik ke depannya perlu dibuktikan dengan sinyal yang bisa memberikan kepastian. Bagi sektor riil, sinyal tersebut bisa berupa kebijakan relaksasi moneter oleh BI.
“Pro-growth dilakukan melalui kebijakan makroprudensial, tapi bagi saya itu tidak cukup. Butuh kejelasan lagi mengenai sinyal relaksasi moneternya,” tambah dia.
Urgensi berikutnya yaitu untuk menghambat tanda-tanda melambatnya pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan proyeksi Indef, ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2024 terjun ke bawah level 5 persen.
“Kami mengkhawatirkan itu, tapi jangan sampai ini terjadi. Salah satu yang bisa mengangkat kembali ekonomi adalah sinyal moneter,” tutur Eko.
Adapun urgensi terakhir adalah menyambut transisi kepemimpinan dengan optimisme perekonomian. Biasanya, kata Eko, masa awal transisi pemerintahan digencarkan dengan berbagai kinerja positif ekonomi.
Namun, tanpa langkah yang tepat, kinerja positif itu berpotensi hanya berlangsung singkat dan meredupkan optimisme dari pelaku pasar.
Sementara saat ini, sejumlah kondisi ekonomi memberikan sinyal yang positif. Misalnya, inflasi Amerika Serikat (AS) cenderung turun sehingga makin melebarkan peluang penurunan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).
Kemudian, tensi geopolitik terbilang lebih landai. meski sejumlah isu konflik masih terjadi, namun kecenderungannya menunjukkan situasi yang mereda. Kondisi ini membuka momentum untuk menggerakkan sektor riil.
Dari sisi domestik, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS beberapa kali mengalami penguatan, diimbangi dengan posisi cadangan devisa yang meningkat menjadi 150,2 miliar dolar AS per Agustus.
“Dengan perkembangan terkini, harus kita sambut. Jangan terlalu lama menunggu,” pungkasnya.