HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pernah dengar pepatah yang mengatakan bahwa anak kedua cenderung berbeda dari kakak dan adiknya? Ternyata, banyak penelitian yang mendukung adanya perbedaan karakter antara anak pertama, kedua, dan seterusnya.
Kali ini, kita akan membahas fakta menarik tentang anak kedua yang mungkin akan mengejutkan Sobat Holopis. Yuk, simak lebih lanjut!
Menurut penelitian dari Journal of Marriage and Family, anak kedua cenderung memiliki karakter yang lebih fleksibel dan adaptif. Hal ini disebabkan oleh posisi mereka yang tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti kakak pertama, namun juga bukan bayi yang mendapat banyak perhatian seperti adik bungsu.
Anak kedua sering kali tumbuh lebih mandiri karena harus beradaptasi di antara kakak yang lebih dominan dan adik yang lebih dilindungi. Mereka belajar untuk mengambil peran yang lebih fleksibel dalam keluarga, kadang menjadi pengamat, dan di lain waktu menjadi pemimpin kecil.
Sebuah studi dari Universitas Stanford menyebutkan bahwa anak kedua umumnya memiliki tingkat self-reliance yang lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya.
Karena sering kali berada di “tengah”, anak kedua harus berusaha lebih untuk mendapatkan perhatian atau menonjolkan diri.
Menurut riset dari Child Development Research, anak kedua lebih cenderung mengembangkan keterampilan sosial dan kreativitas yang lebih tinggi karena mereka sering berusaha menemukan cara berbeda untuk mengekspresikan diri.
Kreativitas ini sering kali dipicu oleh peran yang dinamis di dalam keluarga, yang memerlukan penyesuaian sosial terus-menerus.
Menjadi anak kedua sering kali berarti harus menjadi penengah atau mediator antara kakak dan adik. Sebagai “diplomat keluarga”, mereka belajar keterampilan bernegosiasi dari usia dini.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry, anak kedua cenderung memiliki keterampilan komunikasi yang lebih baik dan kemampuan untuk menyelesaikan konflik dibandingkan anak-anak lainnya.
Menariknya, meskipun memiliki kemampuan bernegosiasi yang baik, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa anak kedua lebih cenderung menunjukkan perilaku yang lebih berani atau memberontak.
Sebuah studi dari MIT pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa anak kedua, terutama anak laki-laki, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk berisiko dalam hal perilaku pemberontakan dibandingkan anak pertama. Hal ini terjadi karena pengaruh lingkungan dan dinamika sosial di keluarga yang berbeda dari anak pertama.
Di luar keluarga, anak kedua biasanya lebih mudah bekerja sama dengan orang lain. Menurut riset yang dipublikasikan di Personality and Social Psychology Review, mereka lebih terbuka terhadap kolaborasi dan kompromi karena sudah terbiasa dalam situasi keluarga yang menuntut keseimbangan antar-saudara.
Mereka belajar bahwa keberhasilan tidak selalu tentang menjadi nomor satu, melainkan tentang bekerja bersama sebagai tim.
Menariknya, anak kedua sering kali memiliki hubungan yang lebih kuat dengan teman-temannya dibandingkan saudara lainnya. Hal ini disebabkan oleh sifat mereka yang lebih ekstrovert dan mudah bergaul.
Menurut penelitian dari Universitas Cambridge, anak kedua sering membangun hubungan sosial yang lebih dalam di luar keluarga sebagai cara untuk mengimbangi perhatian yang mungkin lebih terbagi dalam keluarga.
Namun, tidak semua fakta tentang anak kedua bersifat positif. Menurut psikolog Dr. Kevin Leman dalam bukunya The Birth Order Book, anak kedua kerap merasa diabaikan atau kurang mendapat perhatian dari orang tua.
Mereka tidak mendapatkan perhatian eksklusif seperti anak pertama, dan juga tidak menikmati perlakuan “istimewa” sebagai anak bungsu. Hal ini sering kali membuat mereka mencari perhatian di luar keluarga, misalnya dengan menjadi lebih berprestasi atau menonjol di bidang tertentu.
Dalam banyak keluarga, anak kedua sering kali berfungsi sebagai “jembatan komunikasi” antara anggota keluarga lain. Mereka terbiasa mendengar dan memahami sudut pandang yang berbeda, baik dari kakak maupun adik. Hal ini menjadikan mereka memiliki empati yang tinggi dan kemampuan untuk memediasi berbagai situasi konflik keluarga.
Karena keterampilan sosial yang mereka kembangkan sejak dini, banyak anak kedua yang sukses dalam karier yang membutuhkan keterampilan interpersonal. Contohnya adalah karier di bidang komunikasi, pendidikan, atau pelayanan publik.
Sebuah penelitian dari Harvard Business Review menemukan bahwa anak tengah, termasuk anak kedua cenderung lebih unggul dalam peran yang melibatkan interaksi sosial atau kolaborasi tim.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), mengukuhkan Prof. Eva Achjani Zulfa, SH, MH sebagai Guru Besar…
Potongan tarif listrik sebesar 50 persen di bulan januari dan Februari 2025, diapresiasi YLKI (Yayasan…
Banjir bandang melanda sejumlah desa di Kabupaten Bondowoso, pada Minggu (22/12) malam, setelah hujan deras…
Donald Trump yang baru saja terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat, menyatakan bahwa Elon Musk…
Sobat Holopis yang akan bepergian saat libur Nataru 2025 yang melalui jalan tol Trans Jawa…
Bagi Sobat Holopis yang ingin datang lagsung ke Perayaan Natal Nasional 2024, bisa melakukan pendaftaran…