HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari yang sebelumnya 11 persen, menjadi 12 persen pada tahun 2025 mendatang.
Atas rencana itu fraksi-fraksi di DPR pun memberikan pandangannya atas rencana yang merupakan penerapan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). tersebut.
Menjawab hal itu, pemerintah mengaku siap mengkaji konsekuensi kenaikan tarif PPN tersebut, termasuk dampaknya terhadap perekonomian nasional.
“Pemerintah akan terus mengkaji dan akan sangat berhati-hati dalam melakukan implementasinya,” ungkap pemerintah dalam jawabannya, seperti dikutip Holopis.com dikutip, Selasa (10/9).
“Seluruh rancangan kebijakan akan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama aspek ekonomi sehingga penerapannya akan tepat, efektif, dan terukur,” sambungnya.
Pemerintah pun berdalih, bahwa UU HPP tidak hanya mengatur tentang kenaikan tarif PPN, melainkan juga memberikan insentif permanen bagi UMKM berupa fasilitas omzet tidak kena pajak hingga Rp500 juta.
Barang dan jasa tertentu seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan juga tetap dibebaskan dari pengenaan PPN.
Adapun nantinya, berbagai insentif pajak di atas juga disinergikan dengan pengendalian inflasi dan penguatan program perlindungan sosial, termasuk diantaranya program bantuan sosial alias bansos.
“Dengan demikian, setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah termasuk kebijakan pajak dapat diminimalisir dampaknya serta tetap dapat mampu menjadi basis optimalisasi perpajakan jangka menengah panjang,” tulis pemerintah.
Untuk diketahui, setidaknya terdapat 2 fraksi di DPR yang meminta penmerintah untuk mengkaji ulang kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Fraksi dimaksud antara lain Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Kami meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali penerapan PPN 12% pada 2025,” kata Anggota DPR dari Fraksi PKB Ratna Juwita Sari saat membacakan pandangan fraksinya pada bulan lalu.
Menurut Ratna, pemerintah perlu menghitung ulang dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi, biaya hidup, dan pengaruhnya terhadap usaha kecil dan menengah.
Adapun Fraksi PKS berpandangan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun depan berpotensi semakin menekan daya beli masyarakat yang pada akhir ini menjadi masalah, utamanya pada masyarakat kelas menengah.
“Kenaikan tarif PPN kontraproduktif dengan daya beli masyarakat yang seperti kenaikan harga BBM, bahan pokok, dan tingginya suku bunga kredit,” kata Anggota DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani.