HOLOPIS.COM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan pembiayaan dan juga fintech P2P lending untuk memitigasi peningkatan kredit bermasalah, antara lain melalui penilaian kelayakan pendanaan (credit scoring).

Permintaan tersebut disampaikan seiring dengan melemahnya daya beli serta berkurangnya jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia.

Kendati begitu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman memastikan tingkat pembiayaan bermasalah atau nonperforming financing (NPF) gross perusahaan pembiayaan dan P2P lending tetap terjaga.

“Diproyeksikan tingkat kredit bermasalah pada PP dan LPBBTI tetap terjaga sampai dengan akhir tahun,” katanya melalui keterangan tertulisnya, seperti dikutip Holopis.com, Minggu (8/9).

Agusman menjabarkan, rasio NPF gross perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,75 persen. Angka itu turun tipis dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,8 persen. Kemudian pada periode yang sama, NPF net turun dari 0,87 persen menjadi 0,84 persen.

Sementara itu, tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) fintech sebesar 2,53 persen per Juli 2024, turun dari Juni 2024 yang sebesar 2,79 persen.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kelas menengah di Indonesia turun kasta sejak masa krisis Pandemi Covid-19 yang menghantam dunia pada tahun 2020 lalu.

Pada 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia masih tercatat sebanyak 57,33 juta orang atau setara 21,45 persen dari total penduduk. Namun pada 2024, jumlah kelas menengah hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13 persen.

Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Disamping itu, kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class juga mengalami kenaikan.

Tercatat pada 2019, jumlah masyarakat yang masuk dalam kelompok tersebut hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20 persen dari total penduduk. Namun kini bertambah menjadi 137,50 juta orang atau 49,22 persen dari total penduduk.

Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56 persen, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23 persen dari total penduduk pada 2024.