HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia nanti akan menjadi momen yang sangat berarti untuk seluruh masyarakat Katolik di tanah air. Kedatangan Paus Fransiskus pada tanggal 3-5 September 2024 besok akan menerima pengamanan VVIP.

Momen ini pun membuat banyak masyarakat memahami lebih dalam tentang Katolik. Salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan adalah apakah pastur dapat menikah sering kali muncul, terutama ketika membandingkan praktik antara berbagai ritus dan tradisi dalam Gereja Katolik. Secara umum Sobat Holopis, status perkawinan seorang pastur tergantung pada ritus yang berlaku dan kebijakan gerejawi yang mendasarinya.

Berikut ini adalah penjelasan yang lebih lanjut.

Alasan Teologis

Kebijakan ini memiliki dasar teologis yang mendalam. Secara teologis, para imam dipandang sebagai perwakilan Kristus di dunia, dan dengan demikian mereka diharapkan untuk meniru kehidupan Kristus. Dalam Kitab Suci, Kristus sendiri tidak menikah (kecuali dalam arti mistik sebagai pengantin pria bagi Gereja). Dengan memilih selibat, para imam dimaksudkan untuk mencontoh Kristus dalam kesetiaan mereka kepada pelayanan dan pengabdian tanpa terganggu oleh urusan pribadi seperti perkawinan.

Kristus juga mengajarkan bahwa di surga tidak akan ada pernikahan (Matius 22:23-30). Dengan tetap selibat di dunia ini, para imam lebih mendekati keadaan eskatologis atau akhir zaman yang akan menjadi milik semua orang. Ini mencerminkan pemahaman bahwa kehidupan yang sepenuhnya didedikasikan untuk pelayanan adalah cara untuk menyiapkan diri bagi kehidupan kekal.

Paulus, dalam surat-suratnya, juga menekankan pentingnya selibat untuk pelayan Tuhan. Dalam 1 Korintus 7:32-35, Paulus menyatakan bahwa dengan tetap melajang, perhatian seseorang tidak terbagi antara pelayanan kepada Tuhan dan urusan duniawi. Dia menganjurkan selibat, terutama untuk pelayan yang berkomitmen penuh dalam tugas mereka, seperti prajurit Kristus yang tidak boleh terganggu oleh “urusan sipil” (2 Timotius 2:3-4).

Alasan Kanonik

Secara kanonik, ada beberapa alasan mengapa pastur dalam ritus Latin tidak diperbolehkan menikah setelah tahbisan. Pertama, anggota ordo religius mengucapkan kaul selibat sebagai bagian dari komitmen mereka. Kedua, para imam diosesan, meskipun tidak mengucapkan kaul, berjanji untuk membujang. Ketiga, hukum Gereja menetapkan hambatan-hambatan yang menghalangi keabsahan perkawinan bagi mereka yang telah ditahbiskan. Kanon 1087 menyatakan bahwa “Orang yang berada dalam tahbisan suci, tidak sah mencoba menikah.”

Hambatan ini tetap ada sepanjang imam tersebut belum mendapatkan dispensasi dari Takhta Suci. Bahkan jika imam tersebut mencoba menikah secara sipil atau berpindah agama, perkawinan mereka tidak akan sah kecuali mendapat dispensasi resmi. Ini menunjukkan betapa seriusnya Gereja Katolik mengenai komitmen selibat bagi pelayannya.

Sebagai informasi, Misa akbar bersama Paus Fransiskus di GBK (Gelora Bung Karno), akan berlangsung pada hari Kamis 5 September 1024 yang dimulai pukul 17.00 WIB. Misa agung Paus Fransiskus itu bekal digelar selama 1,5 jam dan dihadiri 86 ribu umat katolik di seluruh Indonesia.

Paus Fransiskus juga akan menyapa umat Katolik di GBK, sekaligus memimpin Misa Kudus di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) dan Stadion Madya, Senayan, yang diperkirakan akan dihadiri oleh lebih dari 80 ribu umat Katolik.