HOLOPIS.COM, JAKARTA – Setiap tanggal 30 Agustus, dunia memperingati Hari Penghilangan Paksa Internasional, atau yang dalam bahasa inggris yakni International Day of the Victims of Enforced Disappearances).
Hari ini didedikasikan untuk mengenang dan memberikan penghormatan kepada mereka yang menjadi korban penghilangan paksa, tindakan yang sering kali dilakukan oleh negara atau kelompok-kelompok tertentu dengan tujuan menekan perlawanan, menghilangkan suara-suara kritis, dan menebar ketakutan.
Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional pertama kali diperingati pada tahun 2011 setelah diadopsinya Resolusi Majelis Umum PBB No. 65/209 pada 21 Desember 2010. Resolusi ini menegaskan pentingnya menghentikan praktik penghilangan paksa yang kerap terjadi di berbagai belahan dunia dan menekankan bahwa praktik ini merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Penghilangan paksa tidak hanya sekadar menghilangkan seseorang dari masyarakat, tetapi juga menciptakan penderitaan berkepanjangan bagi keluarga dan kerabat korban yang sering kali dibiarkan dalam ketidakpastian dan keputusasaan.
Mereka tidak tahu apakah orang yang mereka cintai masih hidup atau sudah meninggal, dan jika meninggal, di mana tempatnya disemayamkan. Ketidakpastian ini menciptakan trauma psikologis yang mendalam dan memengaruhi generasi-generasi selanjutnya.
Penghilangan paksa terjadi di berbagai negara, baik di masa lalu maupun di masa kini. Contghilangan paksa terhadap ribuan aktivis, jurnalis, dan oposisi politik. Para korban sering kali diculik, disiksa, dan akhirnya dibunuh tanpa jejak.
Di Indonesia, kasus penghilangan paksa juga menjadi bagian dari sejarah kelam bangsa. Tragedi 1965 yang melibatkan pembantaian massal dan penghilangan orang-orang yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan salah satu contohnya.
Kasus penghilangan paksa juga terjadi pada periode Reformasi 1997-1998, di mana sejumlah aktivis prodemokrasi diculik dan beberapa di antaranya tidak pernah ditemukan hingga hari ini. Upaya untuk mengungkap kebenaran dan menuntut pertanggungjawaban atas kasus-kasus ini masih terus dilakukan oleh berbagai organisasi hak asasi manusia di Indonesia.
Mencari keadilan bagi korban penghilangan paksa merupakan tantangan besar yang sering kali menghadapi berbagai hambatan. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya kemauan politik dari pemerintah untuk mengungkap kebenaran dan mengadili pelaku.
Di banyak negara, pelaku penghilangan paksa sering kali adalah anggota militer atau aparat keamanan yang memiliki kekuatan politik yang signifikan, sehingga sulit bagi korban dan keluarga mereka untuk mendapatkan keadilan.
Selain itu, banyak kasus penghilangan paksa yang tidak tercatat atau disembunyikan, sehingga memperparah situasi. Di beberapa negara, kasus penghilangan paksa bahkan menjadi bagian dari strategi negara untuk menekan oposisi, yang membuat upaya pencarian kebenaran menjadi lebih sulit.
Page: 1 2
JAKARTA - Maggie Rogers, seorang penyanyi dan penulis lagu dari Amerika Serikat, kembali memikat pendengar…
KARAWANG – Operasi Lilin Lodaya 2024 yang memantau arus kendaraan di Jalan Tol Jawa Barat…
Siapa yang tak kenal dengan Doraemon, robot kucing lucu dari masa depan yang selalu membantu…
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menyoroti vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim…
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan, bahwa dirinya bertekad untuk menjadi pemimpin pemerintahan yang bersih. Namun kata…
Yayasan Rumah Budaya Michiels mengadakan acara pentas budaya “Malam 24 di Roemah Toegoe” yang merupakan…