Holopis.com Berdasarkan informasi yang dihimpun holopis.com, akuisisi berjalan tak semestinya. Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan. 

Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi. Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan. KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi tersebut, yakni Rp 1,27 triliun. 

“Nah, itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Lalu juga penghitungan dan lain-lain,” ungkap Asep.

Corporate Secretary PT ASDP, Shelvy Arifin, sebelumnya menyebut, ASDP pada 22 Februari 2022 mengakuisisi 100 persen saham PT Jembatan Nusantara Group, yang pada saat itu memiliki 53 kapal penyeberangan dan beroperasi di 21 lintasan jarak dekat serta tiga lintasan jarak jauh. 

Pada saat itu, lanjut Shelvy, telah dilakukan kajian oleh konsultan independen dan diperoleh hasil bahwa nilai seluruh saham PT Jembatan Nusantara menembus angka maksimum 1,6 triliun.

“Nilai akuisisi PT Jembatan Nusantara senilaiRp 1.272.000.000.000 (Rp 1,27 triliun). Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan Harga valuasi berdasarkan penilaian konsultan independen sebesar Rp 1.341.000.000.000 (Rp 1,34 triliun),” ucap Shelvy dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/8).

Shelvy mengatakan rencana akuisisi terhadap PT Jembatan Nusantara telah termaktub dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) ASDP tahun 2014. Akuisisi PT Jembatan Nusantara juga sudah tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan ASDP tahun 2022 dan menjadi bagian dari Key Performance Indicator (KPI) korporasi di tahun tersebut. 

“Yang mana rencana akuisisi terhadap PT Jembatan Nusantara tersebut telah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris dan Pemegang Saham (Menteri BUMN),” kata Shelvy. 

ASDP, klaim Shelvy, selalu menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap langkah dan tindakan yang diambil. “Aksi korporasi ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara, berdasarkan studi kelayakan dan due diligence yang melibatkan sedikitnya enam lembaga independen yang terkemuka,” ungkap Shelvy.