HOLOPIS.COM, JAKARTA – PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tetap mengakuisisi PT Jembatan Nusantara, meski masih memiliki utang Rp 600 miliar. Akibat akuisisi itu, hutang PT Jembatan Nusantara beralih ke ASDP.
“Jadi akuisisi PT Jembatan (cek) Nusantara ini juga mengambil alih hutang dengan nilai kurang lebih 600 miliar,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardikai Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com Kamis (22/8).
Sayangnya, Tessa saat ini belum mau menjelaskan secara detail persoalan utang tersebut. Selain utang, akuisisi juga sekaligus mengambil alih 53 kapal bekas PT Jembatan Nusantara yang sudah berumur lebih dari 30 tahun.
“Akuisisi atau pembelian perusahaan termasuk di dalamnya kapal bekas dengan umur di atas 30 tahun,” ujar Tessa.
PT ASDP disebut mengakuisi PT Jembatan Nusantara pada Februari 2022 dengan nilai mencapai Rp 1,3 triliun. Tessa memastikan sejumlah persoalan terkait akusisi yang berujung rasuah dan berpotensi merugikan negara sekira Rp 1,27 triliun itu terus didalami tim penyidik KPK.
“Ya inilah yang sedang didalami oleh teman-teman penyidik. Apakah kapal yang dibeli itu memang akan dioperasionalkan atau nantinya akan dijual kembali, Hal-hal apa saja yang masuk atau term and conditionnya di dalam akuisisi itu masih sementara didalami,” tandas Tessa.
KPK saat ini sedang mengusut kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, mereka adalah Ira Puspadewi yang merupakan direktur utama; Harry MAC selaku direktur perencanaan dan pengembangan; dan Yusuf Hadi yang merupakan direktur komersial dan pelayanan. Lalu pihak swasta Adjie yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara.
Dalam proses penyidikan berjalan, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil yang terkait dengan perkara dimaksud. Terkait pengusutan kasus ini, empat orang telah dicegah ke luar negeri. Tiga orang yang dicegah ke luar negeri adalah pihak internal ASDP, yakni HMAC, MYH, dan IP.
Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dalam proses pendalaman dan pengusutan kasus ini. Di antaranya mulai dari memanggil Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi (IP), hingga memeriksa Youlman Jamal selaku Direktur Utama PT Jembatan Nusantara 2019-2022.
Penyidik KPK pada pemeriksaan itu mendalami soal kronologi terjadinya proses kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur sebelumnya menyebut pihaknya menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terjadi saat prosesnya berjalan. Salah satunya terkait sejumlah kapal dari PT Jembatan Nusantara yang masuk aset akuisisi.
Asep menyebut kondisi kapal dari PT Jembatan Nusantara tidak baru. Selain itu, Asep juga menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai secara spesifikasi. Terdapat 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang termasuk dalam aset yang diakuisisi.
“Ini mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN itu juga kondisinya bukan baru-baru,” ungkap Asep Guntur kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya. Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan.
Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi. Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan.
“Nah, itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Lalu juga penghitungan dan lain-lain,” ungkap Asep.
Menurut Asep, akuisisi diperbolehkan dan dilaksanakan. Asalkan, sambung Asep, prosesnya tidak menabrak aturan.
Contohnya, jika armada kapal di PT ASDP tidak mencukupi untuk kegiatan penyeberangan. Terlebih saat momen lebaran atau hari besar.
“Misalnya kalau melihat sekarang mau lebaran penyebrangan kan menumpuk. Tidak menyukupilah. Dari sana kemudian diajukan program atau proyek untuk penambahan armada seperti itu, ini legal. Boleh. Ada kajiannya,” ujar Asep.