HOLOPIS.COM, JAKARTA – Isu perubahan iklim saat ini semakin mengkhawatirkan dan dampaknya secara perlahan mulai terus terasa. Indonesia pun sudah mulai menunjukkan taringnya dalam menghadapi perubahan iklim.
Meski demikian, Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal sempat memberikan kritikan terhadap Presiden Indonesia Joko Widodo yang dinilai belum fokus pada isu perbuahan iklim di periode pertamanya menjabat.
“Jadi on paper (di atas kertas) ada peninggian komitmen, tetapi dalam 5 tahun itu kita tidak melihat adanya kebijakan yang signifikan, untuk mendukung kebijakan perubahan iklim yang benar-benar progresif,” kata Dino Patti Djalil dalam konferensi pers di daerah Cikini, Jakarta Pusat, dikutip Holopis.com, Kamis (22/8).
Namun dalam periode keduanya, Presiden Jokowi mulai menunjukan taring dan lebih ambisius terutama dalam masalah perbuahan iklim.
“Baru term (periode) kedua, menjadi lebih ambisius dan itu, setelah presiden Joko Widodo menghadiri COP26 di Glasgow, dan menjadi ketua G20. Di mana mau tidak mau memang agenda perbuahan iklim adalah kepentingan yang paling atas,” kata Dino.
“Setelah itu kebijakan menjadi lebih maju, lebih progresif ya. Ada Net Zero target, 2070, kemudian dimajukan menjadi 2060, dan lain sebagainya,” lanjutnya.
Dunia Kemungkinan Mendidih Tahun 2050
Dino kemudian menjelaskan saat ini ia ingin target Net Zero dan pengurangan emisi lebih ditingkatkan lagi hingga tahun 2030. Apalagi, tahun 2050 dunia diperkirakan sudah mendidih jika manusia tidak melakukan apa-apa.
“Permintaan kita adalah Net Zero 2050, mengapa? Karena perkiraan kita dunia akan mendidih 2050,” katanya.
Ia juga berharap target-target itu dimasukkan ke undang-undang, agar masyarakat memiliki komitmen dan merasakan kewajiban untuk menjalani peraturan yang ada.
“Dan sebisa mungkin diundang-undangkan. Idealnya diundang-undangkan. Kenapa? Kalau nggak, bisa aja orang menganggapnya sebagai oke, nice commitment tapi I don’t have to do anything (saya tidak harus melakukan apa-apa),” pungkasnya.