HOLOPIS.COM, JAKARTA – Guru besar ilmu hukum tata negara, Prof Mahfud MD menilai bahwa pencatutan identitas warga DKI Jakarta untuk mendukung pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana Abyoto bisa diperkarakan ke meja hijau.

Sebab dalam kacamata hukumnya, setidaknya ada 3 (tiga) UU yang diduga dilanggar dalam kasus yang masuk ke ranah kepemiluan di Pilkada DKI Jakarta 2024 itu.

“Kalau mau jujur, mau objektif, itu harus dibatalkan dan dipidanakan, karena ada sekurang-kurangnya tiga undang-undang yang serius yang dilanggar,” kata Mahfud beberapa waktu yang lalu saat ditemui di bilangan Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (21/8).

Undang-Undang yang diduga dilanggar Pongrekun Kun, pertama adalah UU Tentang Perlindungan Data Pribadi. Menurutnya, pelanggaran yang dimaksud bisa berdampak pada hukuman penjara 5 tahun.

“Satu, undang-undang nomor 27 Tahun 2022 itu undang-undang tentang perlindungan data pribadi, pasal 67 ayat 1 2 dan 3. Menurut hukum, ancaman yang sudah di atas 5 tahun itu kan kejahatan, bukan pelanggaran,” ujarnya.

Bunyi Pasal 67 UU PDP

Pasal 67
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.00.000,00 (lima miliar rupiah).

Dalam konteks pelanggaran pidana, Mahfud MD menyampaikan bahwa Polisi sebagai lembaga penegak hukum bisa bergerak tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat.

“Kalau sifatnya pelanggaran, penegak hukum, polisi harus langsung bertindak, nggak usah nunggu laporan,” tuturnya.

Selain UU PDP, Mahfud MD juga mensinyalir ada UU lain yang diduga dilanggar oleh hubu Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, yakni UU ITE.

“Lalu ada juga UU ITE, Nomor 1 tahun 2024, itu pelanggaran juga. Ancamannya berat tuh, mengambil data orang lain, dan menyebarkannya tanpa izin dan digunakan untuk kesalahan juga ada di UU itu,” jelasnya.