HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia membongkar hal yang mengejutkan di balik kepemimpinan Partai Golkar, yang selama ini selalu tak lepas dari kedekatannya dengan pemerintah.

Namun sebelum itu, Bahlil bercerita bagaimana perjalanannya untuk bisa masuk dan berkompetisi di Partai berlambang pohon beringin tersebut, yang menurutnya bukanlah hal mudah.

“Saya mau cerita sejarah saya masuk ke Partai Golkar. Saya waktu berproses di Golkar itu di Papua. Untuk masuk menjadi pengurus DPP Golkar, sulitnya minta ampun. 2010 niat saya masuk di AMPI itu mau masuk di Slipi (Kantor DPP Golkar),” ujar Bahlil di Munas ke-XI Partai Golkar, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (21/8).

Namun upaya tersebut gagal, dan membuatnya berbalik haluan untuk berjuang di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) hingga akhirnya berproses masuk ke pemerintahan yang menurutnya akan mempermudah dirinya untuk menjadi bagian dari kepemimpinan Golkar.

“Ini momen yang paling tepat untuk berkompetisi di Partai Golkar,” tegasnya.

Melalui jalur pemerintahan, menurutnya, menjadi momentum terbaik bagi Menteri ESDM tersebut untuk melenggang ke pucuk pimpinan Golkar. Sebab ia melihat, kepemimpinan Golkar setelah reformasi tak lepas dari hubungan dan kedekatan pemerintah.

Dia lantas mengulas dimana pada tahun 2004 lalu, Partai Golkar menjadi pemenang pasca reformasi di bawah kepemimpinan Akbar Tanjung. Sosok itu disebutnya berhasil membalikkan kondisi partai dari keterpurukan pasca reformasi menjadi partai pemenang.

“Apa yang terjadi? Saat Munas di Bali, fight dengan JK (Jusuf Kalla). Pertarungan terjadi, Pak JK menang. Pak JK menang pun karena ada kedekatan dengan pemerintah. Beliau adalah wakil presiden, SBY adalah presidennya,” kata Bahlil.

Setelahnya, kata dia, pertarungan selanjutnya di Partai Golkar terjadi antara Aburizal Bakrie alias Ical dengan Surya Paloh. Kala itu, Jusuf Kalla yang tak lagi wapres mendukung Surya Paloh, sementara Ical didukung oleh SBY.

“Pak Ical didukung oleh Pak SBY dan kemudian Pak Ical juga menang. Setelah Pak Ical selesai, muncul Pak Setya Novanto lewat Munaslub. Itu posisinya Pak Setnov sebagai Ketua DPR dekat dengan Jokowi. Alhamdulillah juga menang. Begitu juga selesai, masuk ke zaman Pak Airlangga. Pak Airlangga juga menang dekat dengan presiden, sebagai Menteri Perindustrian,” kata Bahlil.

Kali ini gantian dirinya yang muncul untuk memperebutkan kursi ketua umum di Partai Golkar, dengan mengikuti prinsip dan pegangannya untuk selalu berkompetisi dalam proses mewujudkan keinginannya.

“Jadi memang mazhab saya mazhab kompetisi. Ketika proses Munas Golkar kali ini, saya dianggap pun mendapat dukungan dari pemerintah dan dianggap salah. Kenapa calon-calon terdahulu dinyatakan tidak salah, ok saya dinyatakaan salah? Apa yang membuat seperti itu?,” ujarnya.

“Apakah karena memang saya adalah kader dari ufuk timur, yang bukan anak siapa-siapa di Jakarta ini? Apakah memang pengurus DPD 1 Golkar se-Indonesia nggak boleh mencalonkan diri jadi calon ketum Golkar?” ucapnya dengan pertanyaan.

Dia pun menekankan, bahwa Golkar lahir sebagai instrumen politik pemerintah. Maka ke depan, kata dia, pihaknya akan membawa Golkar untuk dekat dan berjuang bersama pemerintah.

“Saya pikir, lewat sebuah pemikiran besar Golkar dilahirkan sebagai instrumen politik pemerintah. Maka saya pikir Golkar harus kembali ke perjuangannya,” Bahlil menandaskan.