Berita Holopis Tak hanya itu, Karen juga dengan sadar dan sengaja tidak melaporkan Dokumen Persetujuan Direksi tanggal 3 Desember 2013 tentang Pembelian LNG Import  dari Corpus Christi Liquefaction kepada Komisaris yang merupakan kewajiban Direksi sesuai dengan AD/ART PT Pertamina (persero). 

Kemudian, pembelian LNG Import tanpa ada rekomendasi (izin) dari Kementrian ESDM. Padahal, kebijakan Import Gas atau LNG harus ada penetapan akan kebutuhan Import dari Menteri ESDM dan rekomendasi sebagai syarat Import. Persetujuan pengadaan LNG Import juga tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi. 

Sebab itu, Nawawi meminta semua pihak tak menilai kinerja penindakan KPK hanya dari sebelah mata. Nawawi kembali menegaskan, pihaknya bekerja dalam pengusutan kasus berdasarkan alat bukti. 

“Dalam beberapa perkara lain kita melihat bahwa ternyata ada tindak pidana dalam kebijakan yang diambil oleh …., kan sangat berbahaya juga kalau setiap tindakan, kebijakan yang dilakukan oleh para Direktur BUMN dan lain sebagainya yang berekses kepada kerugian negara dan itu dilakukan secara sengaja misalnya, kemudian kita menyebut itu sebagai konsekuensi daripada ikut berbisnis satu badan usaha. Itu sangat berbahaya juga,” ungkap Nawawi. 

Sementara itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan tugas pihaknya mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan LNG yang menjerat Karen telah selesai. Pasalnya, majelis hakim meyakini atas semua alat bukti yang diajukan KPK dalam persidangan. Diketahui, Karen divonis 9 tahun penjara terkait kasus pengadaan gas alam cair (LNG) dari kilang di Amerika Serikat pada 2011-2014.

Di sisi lain pasca putusan itu, KPK akan memperkuat aksi pencegahan agar tindakan yang serupa tidak terulang lagi. Hal itu juga berlaku pada kasus lain di sejumlah lembaga atau instansi. 

“Tugas KPK dari sisi penindakan sudah selesai karena hakim yakin atas semua alat bukti yang diajukan di persidangan. Tugas KPK adalah selesai putusan tersebut adalah memperkuat pencegahan bagaimana tindakan yang serupa tidak terulang lagi baik di kementerian maupun lembaga lain, seperti yang terjadi di Pertamina,” ungkap Tessa. 

KPK tak khawatir pernyataan Luhut akan berdampak pada pengusutan tersangka lain atau kasus lainnya. Sebab, ditegaskan Tessa, pihaknya melakukan pengusutan kasus berdasarkan alat bukti. 

“Kita berdiri di atas kerangka hukum saja, ada alat buktinya atau tidak dan kita perkuat dari sisi itu saja,” tegas Tessa. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mendorong BUMN untuk melakukan ekspansi ke luar negeri untuk menjaga ketahanan energi nasional. Pemerintah sedang menyusun payung hukum guna mengawal langkah ekspansi BUMN. Sebagai contoh yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) ke beberapa sumber energi di luar negeri. 

“Kita juga mendorong energi Indonesia, BUMN untuk berekspansi ke luar negeri. Ini juga yang akan kita lakukan, yang sedang berlangsung sekarang, untuk memiliki payung hukum, bagi entitas pemerintah ketika mereka berekspansi ke luar negeri, anda tahu, seperti halnya dengan PT. Pertamina dan perusahaan lainnya,” kata Menko Luhut dalam Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (14/8/2024). 

Luhut menyadari ada risiko yang terjadi pada konteks ekspansi bisnis ini, seperti kerugian. Luhut lalu menyinggung kasus hukum yang menjerat mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan dalam kasus pengadaan gas alam cair (LNG) dari kilang di Amerika Serikat pada 2011-2014. Menko Luhut tak sepakat jika risiko bisnis dinilai semata sebagai korupsi.

“Anda tahu, saya juga melihat beberapa masalah, mantan CEO perusahaan itu (Pertamina) dipenjara dua kali karena … sejujurnya, saya tidak setuju dengan itu. Karena dalam bisnis, terkadang anda bisa turun, terkadang anda bisa naik. Bagaimana Anda bisa mempertahankan laba? Bahkan pernikahan pun memiliki risiko,” ungkap Luhut.

Luhut menilai, hukuman yang dijatuhkan itu suatu tindakan yang tidak adil dalam melihat persoalan risiko ekspansi bisnis. Hal itu juga telah disampaikan Luhut dalam rapat kabinet.

“Jadi, sesuatu seperti ini, anda tidak bisa menyalahkan (risiko bisnis sebagai) korupsi. Saya tidak setuju dengan itu. Jadi, kita harus mengaudit sesuatu seperti ini. Saya mengusulkan ini juga selama rapat kabinet. Saya katakan itu tidak adil, tidak adil,” ucap Luhut.