HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang tak sepakat jika risiko bisnis dinilai semata sebagai korupsi.
Lembaga antikorupsi menegaskan setiap aksi korporasi yang diwarnai rasuah dan kongkalikong sangat berbahaya dan akan berdampak pada kerugian negara.
Penegasan itu disampaikan Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango. Nawawi menyampaikan hal tersebut sekaligus merespons pernyataan Luhut yang tak sepakat jika risiko bisnis dinilai semata sebagai korupsi. Dalam konteks itu Luhut juga menyinggung kasus hukum yang menjerat mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, hingga 2 kali dibui.
“Kita punya pelajaran dari itu. Dulu ada penanganan perkara oleh Kejaksaan Agung terhadap mantan Direktur Pertamina ya, Ibu Karen. Itu ada kemudian produk keputusan Mahkamah Agung yang terakhir, ketika perkara itu dibawa oleh Kejaksaan Agung, itu dinyatakan sebagai apa yang dimaksud oleh Pak Luhut. Tetapi tidak semua juga seperti itu, harus diartikan seperti itu,” tegas Nawawi di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (17/8).
Menurut Nawawi, pihaknya mendukung setiap aksi korporasi yang sesuai aturan dan tidak diwarnai perbuatan rasuah. Nawawi memastikan pihaknya akan turun tangan jika mengantongi bukti dan informasi adanya perbuatan rasuah dalam aksi korporasi yang berdampak pada kerugian negara.
Hal itu berkaca dari pengalaman mengusut beberapa kasus dugaan korupsi terkait aksi korporasi. Salah satunya kasus pengadaan gas alam cair (LNG) dari kilang di Amerika Serikat pada 2011-2014 yang menjerat Karen Agustiawan. KPK juga saat ini sedang menangani kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry yang salah satunya menjerat Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi.
Nawawi memastikan pihaknya bertindak berdasarkan alat bukti dan informasi. Termasuk dalam mengusut sengkarut dugaan korupsi pengadaan LNG yang menjerat Karen Agustiawan.
Dalam dugaan korupsi pengadaan LNG, KPK menduga aksi Karen Agustiawan dalam proyek pengadaan LNG itu tak murni bisnis korporasi, tetapi juga diwarnai kepentingan pribadi, menguntungkan sejumlah pihak, dan justru membuat negara merugi.
Hal itu didasari sejumlah bukti yang dikantongi lembaga antikorupsi. Di antaranya yakni, Karen pada kontrak pembelian LNG Import tahun 2014 memberikan persetujuan dan kuasa kepada Direktur Gas untuk menandatangani kontrak tanpa persetujuan Direksi lain, RUPS dan Komisaris. Diketahui pembelian LNG Import adalah kontrak Jangka Panjang selama 20 tahun dan bukan kegiatan operasional rutin dan dengan nilai kontrak Materil. Selain itu, harus berdasarkan persetujuan RUPS dan Komisaris.
Lalu, Karen meminta jabatan Direksi di Cheniere Energy Inc (Holding Corpus Christi Liquefaction) karena PT Pertamina (Persero) telah melakukan pembelian LNG Import dari Corpus Christi Liquefaction. Namun, karena Cheniere Energy Inc merupakan perusahaan publik, Karen tidak bisa menjadi Direksi Cheniere Energy Inc. Atas dasar itu, Karen akhirnya diberikan jabatan sebagai Senior Adviser pada anak perusahaan Cheniere Energy Inc.
Lembaga antikorupsi juga mengantongi bukti adanya pemalsuan dokumen Persetujuan Direksi tanggal 3 Desember 2013 tentang Pembelian LNG Import dari Corpus Christi Liquefaction. Di mana dalam dokumen asli tanggal 3 Desember 2013 hanya 7 orang direksi yang menandatangani, lalu dipalsukan 9 Direksi menandatangani.