Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diduga dikorupsi tidak bisa digunakan. Pasalnya, sebagian bangunan tempat evakuasi sementara itu sudah roboh.

Demikian diungkapkan Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu. Gambaran kondisi shelter tsunami terkini itu berdasarkan hasil temuan dan pengecekan Tim Penindakan KPK ke lokasi. 

“Ini sedang dikirim timnya, tapi yang jelas sesuai foto-foto yang saya lihat, mungkin juga rekan-rekan pernah (lihat) fotonya, bangunannya sudah sebagian roboh, jadi tidak bisa digunakan,” ucap Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KP, Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (15/8).

Dalam mengusut kasus pada proyek yang digarap PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) itu, tim penyidik meminta bantuan dari beberapa ahli. Salah satunya, ahli konstruksi. 

Tim penyidik KPK bersama auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pemerintah (BPKP) sebelumnya juga melakukan pengecekan fisik terhadap shelter tsunami di NTB, Kamis (8/8). Pengecekan tersebut dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara.

“Nanti kalau terkait dengan masalah bahan bangunan dan lain-lain akan (diperiksa) oleh ahli, karena kita mendatangkan ahli ya, ahli konstruksi maupun ahli penghitungan kerugian negara,” ujar Asep.

Diketahui, KPK sedang mengusut dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di NTB. Penyidikan dugaan korupsi ini dilaksanakan sejak 2023.

Ada dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, rinciannya seorang merupakan penyelenggara negara dan lainnya berasal dari BUMN. Berdasarkan informasi, dua tersangka itu yakni, Aprialely Nirmala selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Agus Herijanto selaku Project Manager (PM) atau Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Saat proyek itu berlangsung, Aprialely Nirmala menjabat Kepala Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Kementerian PUPR Perwakilan NTB. 

Anggaran pembangunan shelter yang ujungnya dikorupsi ini berasal dari Kementerian PUPR. Adapun dugaan modus rasuah adalah menurunkan kualitas pembangunan.

Proyek bernilai sekitar Rp 20 miliar yang berujung rasuah itu digarap oleh PT Waskita Karya. Lembaga antikorupsi juga sedang mendalami dugaan keterlibatan salah satu perusahaan plat merah bidang konstruksi itu dalam sengkarut dugaan rasuah ini.