HOLOPIS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah mengkritisi Pasal 101 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Di mana di dalam ayat 4 Pasal 103 PP tersebut, pemerintah menyediakan alat kontrasepsi untuk pelajar dalam konteks memberikan pelayanan reproduksi bagi anak-anak usia sekolah dan remaja.
“Bahwa pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi ; deteksi dini penyakit atau screening, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi,” kata Ledia dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Minggu (11/8).
Dengan bunyi di ayat 4 tersebut, ia pun kemudian berpikir mengapa pemerintah memiliki pemikiran semacam ini. Apakah mungkin anak-anak pelajar Indonesia diperbolehkan untuk melakukan hubungan free sex atau seks bebas di usia pelajar mereka.
“Anak sekolah disediakan alat kontrasepsi, apa namanya?. Mau disuruh zina?, kan nggak bisa begitu,” ujarnya.
Pasal ini jelas bisa mengganggu pendidikan di Indonesia, khususnya dalam konteks mendidik moralitas dan karakter bangsa yang beriman dan bertakwa. Ketika pasal itu muncul dan bisa diasumsikan pemerintah melegalkan hubungan seks pelajar asal dengan alat kontraspesi, maka jelas ini pelanggaran atas konstitusi.
“Pendidikan itu harusnya memberikan preventif dan apalagi dalam konstitusi kita penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional itu harus membuat para siswanya beriman dan bertakwa,” tegasnya.
Bahkan secara rinci di dalam Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk memastikan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan berkatwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Pasal 3 menyebutkan tujuan pendidikan nasional juga beriman dan bertakwa. Kalau kita menyuruh anak-anak kita beriman dan bertakwa tapi menyediakan fasilitas untuk melanggar ketentuan Yang Maha Kuasa, apa namanya?. Mengerikan,” tukasnya.
Bunyi Pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional ;
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Komunikasi dan Bimbingan Konseling
Dalam aspek kesehatan usia pendidikan dan remaja, Ledia sepakat perlu diberikan pemahaman tentang kesehatan reproduksi. Sebab, anak-anak usai tersebut sudah memiliki ketertarikan antar lawan jenis yang bisa membuat mereka melakukan tindakan yang bisa berakibat fatal jika tidak diedukasi dengan baik, salah satunya adalah kehamilan usia dini dan usia pelajar, khususnya kehamilan di luar nikah.
“Tentu kita tahu, mereka secara seksual sudah dalam proses sexually active, yang mereka punya ketertarikan, sudah mulai mendapatkan informasi-informasi,” terang Ledia.
Namun demikian, persoalan sexually active bisa dikontrol jika pihak-pihak terkait bisa melakukan pembinaan yang baik, termasuk oleh orang tua, guru, hingga masyarakat sekitar.
“Itu sebetulnya bisa diatasi dengan komunikasi yang baik dengan orang tua, dengan guru bimbingan konseling, dengan sekolah, dan orang-orang dewasa yang bisa dipercaya,” paparnya.
Cabut PP Kesehatan
Namun ia menyayangkan tentang sikap pemerintah yang hendak menyediakan alat kontrasepsi bagi pelajar untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi ini. Bagi Ledia, apa yang dilakukan pemerintah justru ngawur dan patut untuk dicegah semaksimal mungkin.
Oleh sebab itu, ai pun memohon kepada pemerintah untuk segera mencabut Pasal yang menyediakan alat kontrasepsi ini kepada anak-anak usia pelajar dan remaja karena bertentangan dengan syariat Tuhan sekaligus melanggar tujuan pendidikan di Indonesia.
“Jadi pemerintah harus mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan ini. Terutama di pasal 103, dan ini menjadi bagian yang sangat penting mendesak harus dilakukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” pungkas Ledia.
Bunyi Pasal 103 PP Kesehatan
(1) Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi.
(2) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
a. sistem, fungsi, dan proses reproduksi;
b. menjaga Kesehatan reproduksi;
c. perilaku seksual berisiko dan akibatnya;
d. keluarga berencana;
e. melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; dan
f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak.
(3) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.
(4) Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi.
(5) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya.