Pertemuan ini juga membahas potensi negosiasi damai antara SAF dan RSF yang direncanakan akan berlangsung pada 14 Agustus 2024 di Swiss dengan dukungan Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, telah berkomunikasi dengan pemimpin RSF, Hemedti, dan Ketua Dewan Transisi Sudan, al-Burhan, terkait proses negosiasi damai tersebut. Namun, al-Burhan menuntut agar Amerika Serikat merespon permintaan mereka terlebih dahulu sebelum negosiasi dimulai.
Pertemuan antara Fadli Zon dan H.E. Hussein Awad Ali ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Sudan, serta mendukung upaya perdamaian di Sudan.
“Hubungan Indonesia-Sudan telah berlangsung lama dan kami berharap hubungan ini dapat menjadi bagian dari pendorong utama masa depan Asia dan Afrika,” terang Fadli Zon.
Sebagai informasi, Konflik di Sudan berawal dari ketegangan antara dua kelompok militer, yaitu Sudan Armed Forces (SAF) yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan Rapid Support Forces (RSF), sebuah kelompok milisi yang dipimpin oleh Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti. Ketegangan ini memuncak pada April 2023.
Sejak April 2023, Sudan telah mengalami krisis kemanusiaan yang parah. Setidaknya 25 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dengan 14 juta di antaranya adalah anak-anak. Sebanyak 17,7 juta orang menghadapi ancaman kelaparan, dan lebih dari 8,6 juta jiwa telah mengungsi ke negara-negara tetangga.
Pada akhir 2023, sekitar 700.000 anak-anak mengalami malnutrisi akut, menjadikan krisis di Sudan sebagai salah satu krisis pengungsi anak terbesar di dunia.