Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menyatakan kesiapannya untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dari pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang pertambangan.

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya pun menyampaikan, bahwa proses perizinan untuk pengelolaan tambang dari pemerintah tersebut semakin memperlihatkan titik terang.

Yahya mengatakan, penerbitan perizinan dalam waktu dekat ini akan segara menerima hasilnya. Ia pun mengatakan, bahwa pengelolaan tambang nantinya akan sesuai dengan tata cara dan norma-norma yang berlaku.

“Proses perizinannya insyaAllah dalam waktu dekat kita sudah bisa menerima hasilnya,” katanya dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Senin (5/8).

Yahya pun menekankan, bahwa alasan utama pihaknya menerima tawaran izin tambang dari pemerintah adalah karena adanya kebutuhan dana untuk mengelola organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan organisasi Islam terbesar di dunia.

“Gampangane duit. Karena organisasi ini butuh biaya,” tegasnya.

Dia pun mengaku, bahwa pihaknya telah menggelar musyawarah sebelum menerima tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah. Dari hasil musyawarah itu, baru disepakati bahwa NU menerima tawaran tersebut.

“Jadi bukan keputusan Yahya sendiri. Itu hasil rapat PBNU. Kalau ndak setuju sampean nanti muktamar sampean ganti NU-nya, sampean suruh PBNU yang baru mengembalikan konsensinya,” jelasnya.

DIketahui, bahwa PBNU sendiri telah memproses Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), dimana NU dipastikan mendapatkan lahan tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Sebagai informasi tambahan, bahwasanya pemerintah sudah menyediakan enam lahan tambang eks PKP2B, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Enam lahan eks PKP2B tersebut sudah dialokasikan kepada masing-masing ormas keagamaan, meliputi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Kristen (Persatuan Gereja Indonesia), Katolik (Kantor Waligereja Indonesia), Hindu, dan Buddha.