Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo menambahkan, jajaran dan pihak PT Transjakarta selaku pengelola Jaklingko telah melakukan audiensi bersama beberapa koordinator lapangan.

Dari audiensi tersebut, Syafrin menjelaskan sejumlah poin yang disampaikan oleh pendemo.

“Hal yang disampaikan oleh rekan-rekan operator Mikrotrans yang pertama adalah soal dengan pengaturan batas usia angkot regular,” kata Syafrin saat dikonfirmasi Holopis.com, Rabu (31/7).

Menurut Syafrin, para sopir meminta kelonggaran soal batas usia angkot. Pemda memang akan melakukan penertiban terhadap kendaraan umum atau angkot yang sudah berusia 10 tahun. Hal itu berdasarkan sesuai peraturan daerah (Perda) bahwa batas usia angkutan umum di Jakarta maksimal 10 tahun.

“Kami sudah melakukan sosialisasi sejak 2017 sampai 2018 untuk dilakukan pembatasan usia per Desember 2018. untuk dilakukan pembatasan usia per Desember 2018, tapi kemudian ada relaksasi termasuk karena Covid-19, sehingga itu tidak dilakukan,” jelasnya.

Dishub akhirnya memberikan toleransi satu tahun boleh beroperasi di atas usia 10 tahun asalkan memiliki KIR (uji kelayakan kendaraan).

“Kami mulai untuk melakukan penertiban dan rekan-rekan minta itu direlaksasi, yaitu satu tahun ke depan. Tetapi dengan tetap memenuhi seluruh persyaratan administrasi dan kelayakan jalan,” paparnya.

Tuntutan kedua yakni terkait kuota Mikrotrans yang dinilai pendemo tidak adil antar operator. Syafrin memastikan, penemenuhan kuota bakal dibenahi dengan mengedepankan asaz keadilan.

“Yang ketiga, terkait dengan perhitungan rupiah per kilometer itu harus berdasarkan kesepakatan bersama dan perhitungan yang cermat,” ucapnya.

Diterangkan Syafrin, perhitungan upah harus berdasar kesepakatan terhadap parameter-parameter atau variabel yang menjadi pembentuk dari rupiah per kilometer yang nantinya akan ditetapkan.

“Tiga hal itu sudah dikomunikasikan dengan baik. Pertama relaksasi batasan usi, penetapan jumlah alokasi kuota, dan perhitungan rupiah per kilometernya,” pungkasnya.