Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka baru kasus dugaan korupsi pada pengelolaan emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010-2021. Para tersangka dengan modus memproduksi logam mulia dengan merek LM Antam secara ilegal ini merupakan pelanggan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam.

Para tersangka baru kasus tersebut yakni, Gluria Asih Rahayu (GAR); James Tamponawas (JT); Suryadi Lukmantara (SL); Suryadi Jonathan (SJ); Lindawati Efendi (LE); Ho Kioen Tjay (HKT); dan Djudju Tanuwidjaja (DT). 

Djudju Tanuwidjaja selaku Direktur Utama PT Jardin Traco Utama diketahui pada April 2015 sempat duduk di kursi pesakitan atas kasus Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Kalbar. Dalam kasus itu, Djudju Tanuwidjaja disebut sebagai pemodal dan penampung hasil PETI.

“Setelah melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap 7 saksi, dan ditemukan alat bukti yang cukup, penyidik menetapkan 7 orang tersebut sebagai tersangka,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (18/7) malam. 

Dalam konstruksi perkara, dijelaskan Harli, para tersangka selaku pelanggan jasa manufaktur UB PPLM PT Antam Tbk dalam kurun waktu tahun 2010-2021 telah secara melawan hukum melakukan persekongkolan dengan Para General Manager UB PPLM PT Antam yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, menyalahgunakan jasa manufaktur yang diselenggarakan oleh UB PPLM.

Adapun enam tersangka General Manager UB PPLM yakni, TK selaku GM pada periode 2010-2011, HN selaku GM periode 2011-2013, DM selaku GM periode 2013-2017. Lalu, AH selaku GM periode 2017-2019; MAA selaku GM periode 2019-2021; serta ID selaku GM periode 2021-2022.

Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menduga, para tersangka tidak hanya menggunakan jasa manufaktur untuk kegiatan pemurnian, peleburan dan pencetakan. Tetapi, sambung Harli, juga untuk melekatkan merek LM Antam tanpa didahului dengan kerja sama dan membayar kewajiban kepada PT Antam Tbk. 

Hal itu bertujuan agar meningkatkan nilai jual Logam Mulia milik para tersangka, karena Logam Mulia Antam merupakan merek dagang milik PT Antam yang memiliki nilai ekonomis. Disisi lain, para tersangka mengetahui dan menyadari bahwa hal tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. 

“Estimasi total logam mulia (emas) yang telah dipasok oleh para tersangka untuk selanjutnya diproduksi menjadi logam mulia dengan merek LM Antam secara ilegal dalam kurun waktu tersebut sejumlah 109 Ton emas (Au),” ungkap Harli.

Disebutkan, emas 109 ton itu dicetak dalam berbagai ukuran. Kemudian para tersangka mengedarkan emas ilegal itu di pasar bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi.

Kendati demikian, Harli menegaskan emas yang dilabeli merek PT Antam secara ilegal itu merupakan emas murni dan tidak palsu. Namun, proses pelabelan itu dilakukan secara ilegal oleh para tersangka tanpa didahului kerja sama dengan PT Antam, sehingga timbul kerugian negara. 

“Emas itu tidak palsu, tetapi hak merek yang dimiliki PT Antam itu dilekatkan secara ilegal oleh para tersangka sehingga ada selisih harga dari harga pembelian dengan dilekatkannya merek tersebut,” kata Harli. 


 
“Jadi supaya ini membuat terang dan supaya masyarakat jangan sampai ragu,” tegas Harli menambahkan.