Sabtu, 28 Desember 2024
Marry Christmas 2024

Goks! Sudah 50 Bulan Neraca Dagang RI Surplus Beruntun

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca dagang Indonesia pada periode bulan Juni 2024 kembali mencatatkan surplus sebesar USD 2,39 miliar.

“Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, seperti dikutip Holopis.com, Senin (15/7).

Kendati begitu besaran surplus pada periode bulan Juni itu tercatat mengalami penurunan sebesar USD 0,54 miliar, bila dibandingkan dengan surplus yang terjadi pada periode bulan sebelumnya, serta bulan yang sama di tahun sebelumnya.

Amalia menerangkan, surplus neraca dagang Juni 2024 ditopang oleh surplus komoditas nonmigas yang sebesar USD 4,43 miliar, dimana komoditas penyumbangnya yakni bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan anbati (HS 15), besi dan baja (HS72), dan beberapa komoditas lainnya.

Jika dibandingkan dengan bulan lalu atau bahkan dengan bulan yang sama tahun lalu, surplus neraca dagang nonmigas Juni 2024 ini terpantau masih lebih tinggi. Namun pada saat yang sama, neraca dagang migas malah defisit sebesar USD2,04 miliar.

“Defisit neraca perdagangan migas pada Juni 2024 ini lebih dalam dari bulan sebelumnya, maupun dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu,” ujarnya.

Menurut Amalia, komoditas penyumbang defisit neraca dagang migas Juni 2024 adalah hasil minyak dan minyak mentah.

Adapun neraca perdagangan nonmigas Indonesia menurut negara. Tiga terbesar diantaranya adalah India USD1,47 miliar, Amerika Serikat USD 1,22 miliar, dan Filipina USD 0,69 miliar.

“Surplus terbesar dengan India ini karena didorong oleh beberapa komoditas, antara lain lemak dan minyak hewan nabati terutama CPO, bahan bakar mineral dan juga besi dan baja,” ujar dia.

Selain itu, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, diantaranya Tiongkok sebesar USD0,69 miliar, Australia USD0,33 miliar, dan Thailand USD 0,32 miliar.

“Defisit terdalam yang dialami dengan Tiongkok ini didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya, kemudian mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, serta plastik dan barang dari plastik,” pungkasnya.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral