Holopis.com
HOLOPIS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta meyakini mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) melakukan pemerasan terhadap anak buahnya di Kementerian Pertanian (Kementan) dan menerima gratifikasi terkait jabatannya. Atas dasar itu, majelis hakim menjatuhkan vonis 10 Tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap Syahrul Yasin Limpo. 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 300 juta subsider kurungan empat bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan terdakwa SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (11/7). 

Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap SYL berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 14,1 miliar ditambah US$ 30.000 subsider 2 tahun kurung penjara. 

Menurut majelis hakim, SYL terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum. Adapun perbuatan itu dilakukan bersama-sama Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta. 

Majelis hakim berkeyakinan perbuatan SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis SYL. Untuk hal yang memberatkan, majelis hakim menilai SYL bersama keluarga dan kolega telah menikmati hasil tindak pidana korupsi, SYL berbelit-belit dalam memberikan keterangan, tidak memberikan keteladanan sebagai seorang menteri, dan tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Sedangkan hal yang meringankan, SYL belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, telah berusia lanjut yakni 69 tahun pada saat ini, dan SYL bersama keluarga telah mengembalikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidana korupsi. Selain itu, SYL telah memberikan kontribusi positif sebagai Menteri Pertanian terhadap negara dalam penanganan krisis pangan pada saat pandemi COVID-19 dan banyak mendapatkan penghargaan dari pemerintah Indonesia atas hasil kerjanya. 

Adapun vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa sebelumnya menuntut SYL dihukum 12 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta serta membayar uang  pengganti Rp 44,7 miliar. 

Merespon vonis majelis hakim ini, baik tim jaksa KPK dan SYL menyatakan pikir-pikir sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya. 

Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap Kasdi dan Hatta. Keduanya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kasdi Subagyono divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Sebelumnya Kasdi Subagyono dituntut hukuman 6 tahun penjara. Kasdi juga dituntut dengan pidana denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Sementara itu, Muhammad Hatta divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Muhammad Hatta sebelumnya dituntut hukuman 6 tahun penjara. Hatta juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

SYL sebelumnya didakwa memeras anak buahnya dan menerima gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar. Perbuatan itu dilakukan SYL bersama Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta. Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya. 

Menurut Jaksa, uang puluhan miliar dari hasil gratifikasi dan pemerasan di Kementan itu dipergunakan untuk sejumlah kepentingan. Pun termasuk kepentingan pribadi SYL serta keluarga SYL. 

Selain kasus pemerasan dan gratifikasi, SYL juga dijerat KPK dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang saat ini masih dalam proses penyidikan. Dalam kasus itu, KPK menduga SYL menyembunyikan atau menyamarkan hasil korupsi di Kementan.