HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hari Bank Indonesia selalu diperingati di Indonesia setiap tahunnya tepat di tanggal 5 Juli.
Hari bersejarah di dunia perbankan ini pun diketahui diambil berdasarkan lahirnya Bank Indonesia yang dimulai sejak jaman kolonial Belanda. Di mana kala itu sudah terdapat bank sentral bernama De Javasche Bank (DJB)
Di tahun 1828, pemerintah kolonial Belanda memberikan DJB octrooi atau hak istimewa sebagai bank sirkulasi. Pemberian octrooi ini menjadi yang pertama kalinya di kawasan Asia.
Dengan diberikannya octrooi tersebut, DJB berwenang untuk mencetak dan mengedarkan mata uang Gulden di wilayah Hindia Belanda, sehingga dapat mendukung kebijakan finansial dari Sistem Tanam Paksa yang dijalankan pemerintah Belanda.
Kemudian di tahun 1829-1870, DJB melakukan ekspansi dengan membuka sejumlah kantor cabang di kota yang ada di Hindia Belanda. Di antara tahun 1870-1942, DJB kembali membuka 15 kantor cabang di kota yang dipandang strategis di Hindia Belanda.
Di era peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang di tahun 1942, pemerintahan Jepang memutuskan untuk melikuidasi DJB, yang kemudian diganti oleh Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Belanda melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA) berusaha untuk menguasai kembali Indonesia. Mereka pun kembali membentuk DJB untuk mencetak dan mengedarkan uang NICA. Hal ini dimaksudkan agar ekonomi Indonesia menjadi kacau.
Tahun 1951, desakan untuk mendirikan bank sentral sebagai bentuk kedaulatan ekonomi Indonesia semakin menguat. Pemerintah pun membentuk Panitia Nasionalisasi DJB, yakni dengan membeli saham DJB dengan jumlah mencapai 97 persen.
Pada akhirnya di tanggal 1 Juli 1953, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia untuk menggantikan UU DJB Wet yang diterbitkan pemerintah Belanda pada tahun 1922. Sejak saat itu, Bank Indonesia secara resmi menjadi Bank Sentral Republik Indonesia.
Adapun tugas Bank Indonesia bukan hanya menjadi bank sirkulasi, tetapi juga sebagai bank komersial dengan memberikan kredit. Saat itu, Dewan Moneter (DM) ditunjuk untuk bertugas menetapkan kebijakan moneter.
DM dipimpin oleh Menteri Keuangan (Menkeu) serta memiliki anggota Gubernur BI dan Menteri Perdagangan (Mendag). BI memiliki kewajiban untuk melaksanakan kebijakan moneter yang ditetapkan oleh DM.
Lalu pemerintah Indonesia menerbitkan UU Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia pada tahun 1968. Adapun UU tersebut memulihkan tugas BI sebagai Bank Sentral Republik Indonesia yang sempat menjadi Bank Tunggal bernama Bank Negara Indonesia (BNI).
UU tersebut turut mengatur bahwa BI tidak berfungsi untuk memberikan kredit komersial. Akan tetapi, menjadi agen pembangunan serta yang memegang kas negara.
Selain itu, bank lain yang juga bergabung menjadi Bank Tunggal kembali menjadi bank pemerintah yang independen dan tertera dalam UU Nomor 21 tentang Bank Rakyat Indonesia dan UU Nomor 22 Tahun 1968 tentang Bank Ekspor Impor Indonesia.