Melihat kasus yang terjadi pada Pusat Data Nasional ini, Syam Basrijal menegaskan bahwa sebenarnya Indonesia belum siap menjalankan protokol keamanan data nasional ini. Apalagi jika melihat bagaimana sikap antisipasi dan defensifitas dua lembaga negara yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini, harus menjadi perhatian serius dari pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia.

“Kasus ini menunjukkan bahwa Indonesia belum siap dengan model big data yang diimpikan. Jika ingin mencari keuntungan, pemerintah harus mengikuti SOP yang benar. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk merombak ulang seluruh komponen yang bertanggung jawab seperti Kominfo dan BSSN,” tukasnya.

Sebagai peringatan, Syam Basrijal berharap agar Presiden tidak sembarangan menempatkan orang yang tidak tepat. Sebab, persoalan teknologi informasi bukan tempat untuk sekadar membagi-bagi kekuasaan, akan tetapi medan perang yang membutuhkan spesialisasi dan kemampuan yang baik, serta integritas yang tidak bisa ditawar lagi.

Terlebih kata Syam Basrijal, Presiden Jokowi pernah menyebut bahwa data adalah “New Oil” dari yang sangat berharga dan tidak ternilai dengan apa pun. Sehingga persoalan keamanan data ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Jangan pernah merekrut relawan untuk posisi yang membutuhkan keterampilan khusus seperti IT. Dunia IT bukan tempat untuk pasang baliho, melainkan medan perang sesungguhnya di dunia maya yang setiap menit bisa diserang oleh siapa saja. Hanya dengan pendekatan yang serius dan alokasi dana yang tepat, keamanan siber Indonesia dapat ditingkatkan ke level yang lebih baik dan lebih aman bagi seluruh rakyat,” tegas Syam Basrijal.

Dampak Gangguan PDN Terhadap Layanan Publik di Indonesia

Dalam kesempatan ini pula, Syam Basrijal memberikan penekanan bahwa gangguan pada Pemadaman Data Nasional (PDN) yang terjadi baru-baru ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai sektor layanan publik di Indonesia. Berikut adalah rangkuman dari berbagai dampak yang teridentifikasi melalui berita dan media sosial. Mulai dari paspor yang belum bisa dicetak, dan layanan percepatan paspor serta pengambilan paspor tidak dapat dilayani.

Bagi diaspora, situasi ini bisa menjadi masalah besar. Jika paspor mereka kedaluwarsa saat residensi mereka hampir habis, mereka memerlukan paspor yang valid untuk memperpanjang residensi. Tanpa residensi yang diperpanjang, risiko deportasi menjadi sangat nyata.