HOLOPIS.COM, JAKARTA – Belakangan ini muncul desakan publik terkait pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seiring dengan public trust atau kepercayaan publik atas kinerja lembaga antirasuah tersebut yang semakin tergerus.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Dewan Eksekutif Nasional Rampai Nusantara, Mardiansyah memberikan perspektifnya terlebih dahulu, yakni tentang tujuan awal mengapa KPK dibentuk pada tahun 2003 silam.

Ia mengatakan bahwa tujuan awal dibentuknya lembaga ad hoc bernama KPK adalah untuk mengakomodir percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, yang selama ini cenderung sulit dijalankan oleh Polri maupun Kejaksaan Agung.

“Sebenarnya kan lahirnya KPK itu karena memang kita tidak yakin bahwa para penegak hukum yang lain itu mampu mengatasi persoalan pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme. Atau pada soal KPK ini khususnya soal pembatasan korupsi,” terang Mardiansyah ketika ditemui jurnalis Holopis.com di kantornya di kawasan Cipinang Indah, Jakarta Timur, Rabu (26/6).

Kemudian setelah dibentuk, KPK langsung menunjukkan performa terbaiknya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia mengenang bagaimana era Antasari Azhar di awal memimpin lembaga tersebut.

“Karena kalau misalnya instansi yang lain yang menangani dianggap mudah untuk terkooptasi, mudah terkontaminasi dengan kekuasaan dan lain sebagainya, dibuatlah KPK sebagai lembaga yang berintegritas dan cukup berhasil rasa-rasanya sebelumnya,” tuturnya.

“Karena setahu kita KPK itu berhasil menjaga integritas dengan baik, kan gitu. Ya kita tahu dari masa ke masa ya jadi zamannya pak Antasari dan lain sebagainya, bahwa KPK tetap dipercaya oleh publik, bahwa dia mampu untuk mengatasi persoalan korupsi ini dengan baik,” sambungnya.

Hanya saja, seiring berjalannya waktu, KPK mulai menunjukkan tanda-tanda kurang sehat dalam menjaga integritasnya hingga muncul data Litbang Kompas tersebut. Di mana menurut Mardiansyah, ini adalah bentuk sanksi sosial yang harus ditelan pahit-pahit oleh lembaga yang saat ini dipimpin oleh Nawawi Pomolango tersebut.

“Tapi bergeser ke sini akhirnya kita lihat bahwa KPK juga sudah terkontaminasi sama urusan-urusan politis,” tandasnya.

Oleh sebab itu, ia memberikan dua opsi menyikapi kondisi KPK saat ini. Mardiansyah merasa setuju saja ketika KPK itu dibubarkan. Namun dengan catatan, bahwa lembaga penegak hukum lain yakni Polri dan Kejaksaan Agung benar-benar sudah mampu menjalankan penegakan hukum pemberantasan korupsi yang lebih berintegritas dari KPK saat ini.

“Apakah kalau KPK dibubarkan, Kejaksaan dan Kepolisian itu sudah mampu mengemban tugas (pemberantasan korupsi -red),” paparnya.

Jika seandainya belum dan masih memerlukan keberadaan lembaga ad hoc tersebut, Mardiansyah hanya berharap agar para panitia seleksi (Pansel) KPK nanti benar-benar mampu memilih calon komisioner KPK sebaik mungkin. Pertimbangan terberatnya adalah, memastikan orang-orang yang masuk dalam bursa Capim KPK adalah orang-orang yang berintegritas dengan sangat baik.

Sembari, Mardiansyah mengingatkan agar DPR dan Pansel KPK tidak bermain-main dalam urusan pemilihan pimpinan KPK pasca periode kepemimpinan Johanis Tanak Cs selesai.

“Saya berharap bahwa pansel dan DPR RI memilih pimpinan KPK yang betul-betul berintegritas dan publik tahu lho gitu, publik tahu loh siapa yang dipilih, tahu lho siapa,” pungkasnya.