HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara yang dilakukan perusahaan milik Pemprov Jakarta, Perumda Sarana Jaya ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 400 miliar. Disinyalir kerugian keuangan negara itu timbul lantaran adanya mark up harga lahan. 

“Pengadaan di Rorotan, tadi sudah saya sampaikan (kerugian) sekitar 400-an, Rp 400 miliar,” ungkap Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (26/6).

Menurut Asep, praktik membengkaknya harga lahan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara lantaran praktik rasuah sejumlah pihak, termasuk makelar.

Adapun kerugian negara yang dihitung sejauh ini baru selisih harga antara harga saat makelar membeli lahan ke pemilik lahan dan harga saat makelar menjual lahan tersebut kepada Sarana Jaya di Rorotan. 

“Ini perbedaan ya, perbedaan dari harga dari yang diberikan si pembeli kepada si makelar dengan harga awal, jadi si makelar membeli kepada si pemilik tanah awal,” kata Asep. 

Penyidik KPK telah memeriksa sejumlah saksi dalam mengusut kasus ini. Salah satunya pembalap gokar yang juga pengusaha properti, Zahir Ali, Rabu (19/6) lalu. 

Penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut mencecar Zahir Ali yang telah dicegah bepergian ke luar negeri terkait tugasnya di perusahaan miliknya. Perusahaan itu diduga terlibat dalam pengadaan lahan di Rorotan.

Asep menyebut penyidik KPK memeriksa Zahir Ali yang merupakan anak dari pengusaha otomotif Ali Muhammad alias Ali Idung lantaran yang bersangkutan berkaitan dengan tindak pidana yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah dalam pengadaan lahan ini. Namun, Asep saat ini belum mau membongkar keterkaitan Zahir Ali. Pasalnya, bukti keterkaitan Zahir Ali dalam kasus ini sedang didalami lebih lanjut. 

Selain Zahir Ali, pihak yang telah masuk dalam daftar cegah yakni karyawan swasta berinisial MA dan NK, seorang pengusaha berinisial FA, manajer PT CIP dan PT KI, berinisial DBA dan PS, seorang notaris berinisial JBT, seorang advokat berinisial SSG, dan dua orang wiraswasta berinisial LS dan M.

“Kami memeriksa saksi maupun tersangka, siapa pun itu karena orang tersebut memiliki informasi yang berkaitan dengan tindak pidana yang sedang kita tangani. Jadi, orang yang dipanggil ke sini pastilah orang-orang yang memiliki kaitannya dengan tindak pidana tersebut. Jadi, kami ingin mendapatkan informasi seperti apa. Apakah dia itu masuk, kan kualifikasi saksi itu melihat, mendengar, atau mengalami sendiri. Melihat kejadian itu, mendengar sebuah peristiwa pidana itu, atau dia pernah mendalami, menjadi bagian di dalam tindak pidana itu sendiri,” ujar Asep. 

Diketahui, pengusutan kasus dugaan korupsi yang telah ditingkatkan ke tahap penyidikan ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi pengadaan lahan yang dilakukan Sarana Jaya di Munjul dan Pulogebang. Pihak yang telah dijerat atas kasus itu yakni, mantan Dirut Perumda Sarana Jaya, Yoory Cornelis Pinontoan; Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) yang juga beneficial owner PT Adonara Propertindo, Rudi Hartono Iskandar, istri Rudi yang juga Wakil Direktur PT Adonara Propetindo Anja Runtunewe, Diretur PT Adonara Propertindo,  Tommy Adrian. 

KPK bahkan telah menjerat PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi. Dalam kasus korupsi lahan Munjul, pengadilan telah menjatuhkan hukuman 6,5 tahun pidana penjara dan denda Rp 500  terhadap Yoory Cornelis Pinontoan.