HOLOPIS.COM, JAKARTA – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dihadirkan oleh pemerintah sebagai salah satu solusi dalam meringankan pembiayaan perumahan bagi pekerja swasta masih menjadi perdebatan. 

Adapun aturan Tapera sendiri mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024 lalu. 

Rencananya, kewajiban iuran Tapera akan diterapkan paling lambat pada 2027 mendatang, dengan besaran 3 persen dari gaji pekerja. Dimana 2,5 persen dibebankan kepada pekerja dan sisanya 0,5 persen ditanggung perusahaan.

Lantas bagaimana pandangan para pekerja rantau alias perantau terkait program Tapera tersebut?

Salah seorang pekerja dari kalangan perantau, Aristyawati (25) menilai kewajiban iuran Tapera justru menjadi beban tambahan bagi pekerja. Karena gaji yang didapatnya terbilang cukup pas-pasan untuk biaya hidup sehari-hari. 

“Jelas ini akan menambah beban keuangan. Gaji UMR Jakarta untuk kelas perantau sudah bisa makan enak aja bersyukur,” kata Tya, sapaan akrabnya kepada Holopis.com, Selasa (18/6). 

Perantau asal Jepara, Jawa Tengah itu pun mengaku keberatan pemerintah mewajibkan iuran Tapera ini kepada para pekerja swasta. 

Sebab ia yang mengaku sebagai generasi sandwich tidak hanya memikirkan biaya hidupnya di tanah rantau, tetapi juga biaya hidup keluarga di kampung halaman.

“Kalau bicara merantau, apalagi saya pribadi yang termasuk generasi sandwich, iuran Tapera ini jelas menjadi beban tambahan,” ujar Tya.

Adapun saat ditanya mengenai apakah ingin memiliki rumah atau tidak, ia mengaku saat ini tidak terlalu memikirkan soal rumah. 

“Saya pribadi yang basic-nya seorang perantau sebenarnya tidak begitu membutuhkan rumah. Pun jika ingin memiliki rumah pun pinginnya di kampung halaman,” ujarnya.

“Yang ada dipikiran saya saat ini bagaimana keluarga bisa hidup layak di kampung, adik-adik bisa mendapat pendidikan yang layak,” pungkasnya.