HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Kolombia, Gustavo Petro menegaskan, bahwa pemerintahannya memutuskan untuk menghentikan pasokan batu bara ke Israel.
Dia menjelaskan, keputusan tersebut merupakan bentuk protes pihaknya atas krisis kemanusian di jalur Gaza, Palestina akibat dugaan aksi genosida yang dilakukan Israel.
“Kami akan menangguhkan ekspor batu bara ke Israel sampai genosida berhenti,” kata Petro dalam keterangannya, sepeti dikutip Holopis.com, Senin (10/6).
Dia menekankan implementasi dari keputusan pemerintahannya itu akan mulai berlaku lima hari setelah diumumkan secara resmi. Namun belum diketahui kapan keputusan tersebut akan diumumkan secara resmi.
Sebagaimana diketahui, Kolombia merupakan salah satu negara mitra utama Israel. Sebab 50 persen kebutuhan batu bara di Israel didapat dari Kolombia.
Pada bulan lalu, Petro juga telah mengumumkan Kolombia akan memutus hubungan diplolmatik dengan Israel dan berencana untuk membuka kedutaan di Palestina.
Selain itu, Kolombia sebelumnya juga telah mengumumkan rencana untuk menghentikan pembelian senjata buatan Israel.
Berbagai hal tersebut merupakan aksi protes Kolombia terhadap aksi genosida Israel terhadap warga Palestina. Petro pun telah berulang kali mengecam aksi Israel di Jalur Gaza.
Sebagaimana diketahui, aksi Israel di Jalur Gaza telah menewaskan hampir 37 ribu warga Palestina sejak Oktober 2024 lalu.
Terbaru, pasukan Israel baru saja menyelamatkan 4 warganya yang ditahan oleh Hamas sejak perang mereka meledak di bulan Oktober 2023 silam.
Namun bukannya menyelamatkan banyak orang, Israel justru dikabarkan membunuh lebih dari 200 orang dalam aksinya tersebut.
Pejabat Palestina mengatakan proses penyelamatan itu adalah serangan Israel yang paling beradarah dalam pertikaian Hamas dan Israel selama 8 bulan belakangan ini.
Laksana Muda Daniel Hagari mengatakan bahwa mereka mendapatkan serangan hebat saat proses tersebut, sehingga mereka mengklaim harus membalasnya dengan tembakan udara.
“Kami mengetahui kurang dari 100 orang (Palestina) menjadi korban. Saya tidak tahu berapa banyak dari mereka yang merupakan teroris,” kata Daniel Hagari, Minggu (9/6).