HOLOPIS.COM JAKARTA – Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menanggapi sikap sejumlah organisasi keagamaan (ormas) yang menolak pemberiaan jatah IUP (Ijin Usaha Pertambangan).
Bahlil kemudian mengklaim, kebijakan itu sebenarnya bnaru sebatas sosialisasi dan baru akan dikomunikasikan ke berbagai pihak.
“Ya saya katakan bahwa ini kan PP-nya baru ditandatangan. Ini barang baru dan saya baru mensosialisasikan dan setelah itu kami baru akan mengomunikasikan,” kata Bahlil dalam pernyataannya yang dikutip Holopis.com, Senin (10/6).
Jika nantinya PP tersebut sudah dikomunikasikan, Bahlil mengklaim itu adalah keputusan masing-masing ormas untuk menentukan sikap apakah tetap menolak atau menerima.
“Nanti kita lihat kalau memang katakanlah setelah mereka tahu isinya tujuannya dan mau untuk menerima ya alhamdulillah. Kalau nggak kita juga tidak boleh memaksa,” terangnya.
“Tapi saya yakin bahwa semua ini mempunyai tujuan baik dan sesuatu yang baik pasti insyaallah akan menghasilkan sesuatu yang baik,” sambungnya.
Selain ormas keagamaan, Bahlil kemudian mengakui ada pihak lain yang juga bakal mendapat jatah IUP. Namun, saat ini mereka masih melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum memutuskannya.
“Ada beberapa saya belum bisa mengumumkan. Kita kan lagi verifikasi. Kami verifikasi dulu. NU kan sudah ajukan dari pertama. Verifikasi dulu setelah verifikasi kita umumkan lagi,” ungkapnya.
Bahlil menyebutkan pemerintah terbuka kepada siapa pun ormas yang mau. Bisa saja pemerintah menawarkan, namun hal itu belum dilakukan.
“Ya bisa kita yang menawarkan. Bisa dari bawah. Tapi sekarang kita tunggu respons dari bawah dulu ya. Kita belum menawarkan. Baru NU yang mereka datang. Kita ajak komunikasi. Yang lainnya belum. Karena kita juga belum jemput bola kan. Kan PP-nya baru jadi,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Yang mana di dalam Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan ormas keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dan ormas keagamaan lainnya dapat mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK).